JAKARTAÂ - Pemerintah terus menyosialisasikan penggunaan mata uang Rupiah dalam transaksi di pelabuhan. Pasalnya, saat ini transaksi pelabuhan di wilayah Indonesia hampir seluruhnya menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).
Contohnya saja, saat ini pelabuhan bongkar muat di Tanjung Priok 100 persen menggunakan dolar AS untuk bertransaksi. Padahal seharusnya penerapan kebijakan penggunaan mata uang Rupiah dalam seluruh transaksi perdagangan telah diterapkan sejak Undang-Undang Nomor Tahun 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyebutkan bahwa Rupiah sebagai mata uang sah dalam setiap transaksi di Indonesia.
Follow Berita Okezone di Google News
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengungkapkan, undang-undang mata uang itu mengatur secara jelas tentang transaksi di dalam negeri antara residence dan residence itu harus menggunakan Rupiah baik tunai maupun nontunai.
"Namun kalau ingin menjalankan transaksi apakah pembayaran ataupun transaksi dalam valuta asing diperbolehkan asal sesuai undang-undang," ucap Agus di Gedung BI, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Agus mencontohkan, misalnya dalam undang-undang yang telah diatur dan yang telah dikontrak antara pihak untuk kemudian diperkenankan melakukan transaksi dalam bentuk valas.
"Jadi undang-undang mata uang itu harus dilaksanakan dan yang sekarang ada di Indonesia begitu banyak transaksi antar perusahaan-perusahaan yang masuk kategori perusahaan residen atau dalam negeri tetapi dilakukan dalam valas baik lokasi atau pembayarannya," paparnya.
Menurut Agus, ini harus ditertibkan karena undang-undang mengatakan itu harus dilakukan dengan Rupiah.
"Kecuali yang diatur dalam undang-undang itu ada apa-apa yang boleh dan harus dengan kontrak yang jelas," tukasnya.
(rzy)