LONDON - Raksasa minyak dunia Royal Dutch Shell mengakuisisi BG Group, perusahaan migas Inggris, dengan harga 47 miliar poundsterling dalam bentuk tunai dan saham. Sinergi keduanya akan mengurangi ongkos operasional sebagai kompensasi atas rendahnya harga minyak dunia.
“Hasilnya adalah perusahaan yang lebih kompetitif dan lebih kuat, bagi kedua pihak pemegang saham, untuk [mengarungi] dunia dengan harga minyak yang bergejolak ini,” kata Chairman Shell Jorma Ollila dalam sebuah pernyataan.
Akuisisi ini memungkinkan Shell mengakses aset minyak lepas pantai BG di Brasil yang bernilai sangat tinggi, sumber daya gas yang belum dimanfaatkan di Afrika Timur, dan proyek gas alam raksasa di Australia.
Cadangan migas Shell terbukti bertambah 25 persen, sedangkan produksi meningkat 20 persen.
Divisi pengiriman dan pemasaran gas alam cair (LNG) milik BG juga akan bersinergi baik dengan keahlian gas alam Shell.
“Posisi dan kekuatan BG dalam eksplorasi laut dalam, likuefaksi, serta pengapalan dan pemasaran LNG akan berpadu baik dengan kekuatan skala dan finansial serta keahlian pengembangan dari Shell,” ujar CEO BG, Helge Lund.
Akuisisi ini menjadikan Shell produsen LNG terbesar dunia, kata CEO Shell Ben van Beurden dalam konferensi telepon.
Dua operasi strategis Shell, operasi laut dalam dan operasi gas terintegrasi, pada sekitar tahun 2020 bisa menghasilkan cash flow USD15 miliar hingga USD20 miliar per tahun, demikian pernyataan perusahaan. Bisnis hulu dan hilir bisa menambahkan USD15 miliar hingga USD20 miliar lagi, sedangkan investasi jangka panjang menambahkan USD10 miliar.
Selain Shell dan BG, terdapat perusahaan energi lain yang melirik merger dan akuisisi. Pada November, Halliburton sepakat membeli Baker Hughes senilai USD35 miliar. Di sisi lain, Whiting Petroleum, perusahaan migas menengah AS, menghentikan upaya mencari pembeli, mencerminkan kesulitan tercapainya kesepakatan di tengah iklim harga yang bergejolak.
Shell bukan hanya produsen energi terbesar dunia dengan nilai pasar sekitar USD192 miliar, tetapi juga salah satu perusahaan gas alam terbesar dunia. Kesepakatan itu terjadi setelah Shell meredakan ambisi untuk menjadi produsen utama gas serpih.
Upaya Shell memangkas ongkos menciptakan ketakutan pada para investor. Mereka merasa bahwa pengurangan biaya eksplorasi dapat menghambat kemampuan Shell untuk tumbuh dalam jangka panjang.
Pada Januari 2014, Shell membeli sebagian besar bisnis LNG Spanyol milik Repsol SA. Perusahaan itu juga memiliki produksi besar di beberapa pasar seperti Norwegia, Malaysia, Inggris, dan Australia. (Dengan kontribusi dari Sarah Kent dan Justin Scheck)
 Artikel ini pertama kali dipublikasikan di Wall Street Journal.
Follow Berita Okezone di Google News
(rhs)