JAKARTA - Pasar saham Indonesia dalam beberapa hari ini terus mengalami koreksi. Namun, koreksi yang terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bukan karena melemahnya indikator ekonomi Indonesia.
Dirut Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulisto menjelaskan, saat ini ekonomi dunia mulai membaik, tergambar dari tenaga kerja yang membaik dan kenaikan upah. Selain itu, ekonomi Indonesia pun terlihat membaik terbukti dari pertumbuhan ekonomi Kuartal IV yang naik 5,9% dengan average sebesar 5,07%.
Dia melanjutkan, di sisi pasar saham, emiten Indonesia dari Kuartal IV-2017 kerap mengalami pertumbuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan secara pertumbuhan ekonomi makro dan emiten masih bagus.
"Jadi ini ketakutan ada psychological resistance. Saya katakan bahwa hasil perusahaan 2017 bagus, ekonomi bagus, semuanya hanya peesepsi sesaat," kata dia di Gedung BEI, Selasa (6/2/2018).
Baca Juga: Bos BEI Sebut Pertumbuhan Saham Bergantung 2E, Apa Itu?
"Tolong dong emiten-emietn yang result-nya bagus dipercepat mengeluarkan laporan keuangannya. Tunjukan bahwa hasilnya bagus," tambah dia.
Menurut Tito, saat ini ada sembilan emiten di Indonesia yang masuk dalam 22% perusahaan terbaik di ASEAN. Karenanya, dia yakin ini merupakan persepsi sesaat, lantaran adanya penunjukkan Gubernur The Fed yang baru Jerome Powell.
"Yang terkena dampaknya paling besar itu Jepang. Jika pun terjadi hike up di sana, secara fundamental tidak terganggu ke kita," tukas dia.
Baca juga:Â Rp2.000 Triliun Kapitalisasi Pasar Modal Masih dalam Bentuk Warkat
Sekadar informasi, IHSG ditutup dengan 58 saham menguat, 330 saham melemah, dan 91 saham stagnan. Mengakhiri perdagangan, telah terjadi transaksi mencapai Rp15,03 triliun dari 23,28 miliar lembar saham diperdagangkan.
Indeks LQ45 turun 16 poin atau 1,49% menjadi 1.090, Jakarta Islamic Index (JII) anjlok 13 poin atau 1,73% ke 767, indeks IDX30 menurun 7,39 poin atau 1,22% ke 597 dan indeks MNC36 turun 6,63 atau 1,75% ke 373.
Sektor industri dasar turun paling dalam sebesar 3,16%, disusul sektor tambang, perkebunan, perdagangan, dan properti yang turun lebih dari 2%. Sektor konsumsi turun paling kecil, sebesar 0,64%.
Sebelumnya, Tito mengatakan, meski mengalami penurunan namun posisi pasar saham Indonesia di ASEAN merupakan pertumbuhan paling tinggi per tahun. Dia pun mengklaim, pasar saham Indonesia mengalami penurunan lebih kecil dari negara-negara tetangga sehingga mampu menjadi indeks nomor tiga di dunia.
Sayangnya, lanjut Tito, saat ini seluruh pasal global mengalami sell off, karena sentimen tentang ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat (AS) di masa depan.
Follow Berita Okezone di Google News