JAKARTA - Nilai tukar Rupiah kembali terpuruk. Kemarin Rupiah ditutup melemah di level Rp14.271 per dolar Amerika Serikat (USD). Tren menguatnya dolar terhadap Rupiah ini sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, pada perdagangan kemarin Rupiah anjlok ke titik terendah sejak September 2015 silam.
Sebelumnya, pada 26 Juni 2018 nilai tukar Rupiah terhadap dolar mencapai Rp14.163 dan pada awal pekan di kisaran Rp14.105 per dolar AS.
Bagaimana fakta-fakta di baliknya?
1. Kondisi ini diperkirakan mendorong Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar hari ini. Sebelumnya pada 17 Mei 2018, BI menaikkan suku bunga acuan dari semula 4,25% menjadi 4,50%. Selang dua pekan berikutnya, tepatnya pada 30 Mei 2018, suku bunga acuan BI kembali dikerek menjadi 4,75%.
Baca Juga : Kenapa Rupiah Bisa Melemah ke Rp14.400?
2. Saat itu, BI menyatakan, langkah menaikkan suku bunga acuan tidak lain untuk memperkuat stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar terhadap perkiraan kenaikan suku bunga AS yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global.
3. Seperti diketahui, kebijakan Bank Sentral AS menaikkan suku bunga telah menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan karena diprediksi bakal membuat para investor lebih memilih berinvestasi di Negeri Paman Sam karena imbal hasilnya lebih menarik.
4. Menanggapi kondisi Rupiah yang terus melemah, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan BI selaku otoritas moneter sudah menyiapkan sejumlah kebijakan. Menurutnya, ada dua sisi pergerakan yang membuat Rupiah melemah. Pertama faktor internal dan eksternal.
5. Untuk sisi internal, pemerintah akan mencoba mengontrol hal-hal yang harus dijaga. "Kontrol dilakukan terutama pada frame work kerangka kebijakan makronya apakah itu sisi fiskal, moneter, neraca pembayaran. Agar apa disebut kerawanan bisa ditekan,” ujar Sri Mulyani di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin.
Baca Juga : Rupiah Sentuh Rp14.400/USD, Menko Luhut: Tak Ada Masalah
Dari sisi fiskal yang harus diperhatikan adalah menjaga defisit anggaran, termasuk jadwal penerbitan surat utang, dan pelaksanaan dari sisi penerimaan dan belanja agar disampaikan sesuai rencana.
“Itu yang disebut kepercayaan, karena tidak ada defisit meskipun ada perubahan yang cukup besar di dalam lingkungan beroperasi,” tuturnya.