JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut kerugian dampak gempa di Sulawesi Tengah (Sulteng) mencapai Rp13,86 triliun.
Jumlah itu diprediksi terus meningkat karena pendataan masih berlangsung. Apalagi jika kapasitas menghadapi bencana masih rendah, maka dipastikan dampak bencana akan besar, baik jumlah korban jiwa maupun kerugian ekonomi.
“Hasil perhitungan sementara terhadap kerugian dan kerusakan akibat bencana berdasarkan data per 20 Oktober mencapai lebih dari Rp13,82 triliun. Diperkirakan dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana ini akan bertambah, mengingat data yang digunakan adalah data sementara,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran persnya.
Baca Juga: World Bank Sumbang Rp15,1 Triliun Pulihkan Daerah Terdampak Bencana
Sutopo mengatakan, dari kerugian Rp13,82 triliun itu, kerugian ekonomi mencapai Rp1,99 triliun. Sementara kerugian karena kerusakan mencapaiRp11,83triliun, karena dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana ini meliputi lima sektor pembangunan.
“Kerugian dan kerusakan di sektor permukiman mencapai Rp7,95 triliun, sektor infrastruktur Rp701,8 miliar, sektor ekonomi produktif Rp1,66 triliun, sektor sosial Rp3,13 triliun, dan lintas sektor mencapai Rp378 miliar,” ungkapnya.
Jika berdasarkan sebaran wilayah, kerugian dan kerusakan di Kota Palu mencapai Rp7,63 triliun, Kabupaten Sigi Rp4,29 triliun, Donggala Rp1,61 triliun, dan Parigi Mou tong Rp393 miliar. Perhitungan kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana belum ada perhitungan. Meski demikian, untuk membangun kembali daerah terdampak bencana setidaknya memerlukan anggaran lebih dari Rp10 triliun.
“Tentu ini bukan tugas yang mudah dan ringan. Namun, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan siap membangun kembali nanti. Tentu membangun yang lebih baik dan aman sesuai prinsip build back better and safer,” ujar Sutopo.
Baca Juga: Ada 4 Lokasi Hunian Aman di Palu dan Donggala Pasca-Gempa & Tsunami
Sutopo mengakui bencana dalam skala besar bisa langsung menyusutkan kapasitas produktif. Bahkan, pertumbuhan pembangunan di wilayah terdampak bencana menjadi minus atau mengalami kemunduran dalam rentang waktu tertentu.
Dia menyebut, kerugian dan kerusakan di sektor permukiman adalah paling besar karena luas dan masifnya dampak bencana.
“Hampir sepanjang pantai di Teluk Palu bangunan rata dengan tanah dan rusak berat karena terjangan tsunami. Begitu juga adanya amblesan dan pengangkatan permukiman di Balaroa. Likuifaksi yang menenggelamkan permukiman di Petobo, Jono Oge, dan Sibalaya, telah menyebabkan ribuan rumah hilang,” ujarnya.