JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps dari 6% menjadi 5,75% dengan menimbang arah ekspektasi inflasi domestik yang masih terkendali sesuai jangkar 3,5% plus minus 1%.
Namun, alasan utamanya bukan karena bank-bank sentral negara negara lain sudah terlebih dahulu menurunkan suku bunga acuan, termasuk peluang the Fed juga turunkan Fed Rate di pertemuan FOMC Juli atau September nanti. Akan tetapi memang karena kondisi makroekonomi domestik yang mendukung.
"Kondisi tersebut di antaranya karena inflasi terkendali di level rendah. Lalu perbaikan daya saing (EODB) dari IMD 2019 serta perbaikan rating utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB dgn outlook stabil dari S&P yang menunjukkan Indonesia sudah fully investment grade," ujar Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto di Jakarta.
Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga Acuan
Selain itu, posisi cadangan devisa yang USD 120 miliar atau setara 7 bulan impor dan bayar utang luar negeri pemerintah masih memadai. Sektor riil dan perbankan dirasa butuh stimulus dari jalur suku bunga untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi supaya Indonesia tidak kehilangan momentum mendongkrak pertumbuhan lebih tinggi di 2020 nanti.
Selanjutnya, pendalaman pasar keuangan terus dilakukan oleh BI seiring dengan outlook perekonomian nasional yang tetap tumbuh positif. "Kebijakan makroprudensial dan bauran kebijakan sudah disiapkan oleh BI untuk membentengi dampak negatif penurunan suku bunga acuan atau BI7DRRR. Sehingga hal ini akan mencegah potensi capital outflows, lebih-lebih bank-bank sentral negara lain sudah menurunkan suku bunga acuannya terlebih dahulu," terang Ryan.
Baca Juga: The Fed Tahan Suku Bunga, BI?
Hanya saja lanjut dia, sekarang ini dengan pertimbangan CAD atau defisit transaksi berjalan yang masih lebar (mengarah ke 3% dari PDB) dan tekanan ke Neraca Pembayaran Indonesia, maka peluang BI turunkan suku bunga acuan ke 5,75% versus menahan suku bunga acuan di 6% menjadi fifty-fifty.