JAKARTA - Di tengah krisis pasar keuangan di seluruh dunia karena pandemi Covid-19, bank sentral China yakni People's Bank of China (PBoC) memperkenalkan mata uang virtual China di empat kota antara lain Shenzhen, Suzhou, dan Chengdu.
Para pakar mengatakan, dengan uang virtual tersebut Beijing ingin mengganti sebagian uangnya yang beredar, dan menjaga perbatasan modalnya dengan metode pembayaran global yang lebih baru.
Memang saat ini masih sulit untuk memprediksi bagaimana uang virtual itu akan berdampak pada bank dan bisnis. Saat ini juga belum jelas kapan uang virtual itu akan diluncurkan secara penuh. Saat ini persaingan ekonomi antara AS dan China masih jadi topik perdebatan besar.
Â
Uang virtual Yuan Tiongkok akan menjadi mata uang terpusat. Pejabat bank sentral bisa melacak semua uang virtual yang beredar sehingga hampir tidak mungkin untuk mencuci uang atau menghindari pajak dengan penggunaan uang virtual.
Terdapat paham yang berpendapat, mengganti uang tunai dengan mata uang virtual bisa menganggu privasi seseorang. Sebab adanya uang virtual memungkinkan bank sentral atau bank komersial yang mengeluarkan mata uang virtual bisa menyaksikan transaksi semua orang.
Akhir-akhir ini, penggunaan uang tunai sebenarnya sudah menurun tajam. Penduduk kota berusia muda di kota-kota besar biasanya melakukan semua jenis belanja dengan bantuan aplikasi seperti Alipay atau WeChat yang terhubung ke rekening bank mereka.
Seperti dilansir dari Times Now News, Rabu (20/5/2020), beberapa pakar berpendapat bahwa uang virtual Yuan memberikan kekuatan bagi China untuk menekan dominasi dolar AS.
 Baca juga: Mulai Mei 2020, PNS China Uji Coba Gaji Pakai Uang Virtual
Uang virtual Yuan dapat memainkan peran strategis China untuk jadi negara adikuasa keuangan global utama bersaing dengan dolar Amerika sebagai mata uang cadangan nomor satu dunia.
Selain itu, para pakar percaya bahwa beberapa negara Asia bisa menggunakan mata uang virtual China tersebut guna membeli minyak mentah dari Iran. Sebab pembatasan yang diberlakukan oleh AS mempersulit Iran untuk menerima pembayaran dalam dolar AS.
 Baca juga: Negara dengan 'Tambang' Mata Uang Virtual Terbesar
"Mata uang virtual baru China pasti akan menimbulkan ancaman bagi supremasi dolar sebagai alat pembayaran internasional. AS perlu merespons ini dengan peluncuran mata uang virtual lebih cepat," ujar Profesor Bisnis Internasional di Fakultas Studi Manajemen, Universitas Delhi, Madhu Vij.
Baca Juga: BuddyKu Festival, Generasi Muda Wajib Hadir
Follow Berita Okezone di Google News