JAKARTA - Perlambatan perekonomian yang terjadi di triwulan II-2020 menimbulkan tanya, apakah ini menjadi titik terendah atau justru malah menuju kepada situasi yang lebih parah.
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, hampir semua negara saat ini alami perlambatan ekonomi, namun banyak pelajaran berharga bahwa negara yang mampu mengendalikan pandemik, perlambatan ekonominya lebih moderat.
"Ibarat menginjak rem dan gas sama kuat tidak akan membuat mobil berjalan kencang," kata Tauhid saat diskusi online di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Baca Juga:Â Geber Daya Beli, Ekonomi RI Tumbuh Selamat dari ResesiÂ
Namun menurut dia, sangat disayangkan karena keseriusan pemerintah dari sisi kesehatan untuk mengatasi pandemi sangat rendah.
Terlihat pada saat masa PSBB diberlakukan, ekonomi Indonesia sudah relatif turun lalu berimplikasi pada Juni 2020 yang minus sampai 5,3%.
"Ketika non PSBB dicabut kami proyeksikan ekonomi kita masih negatif. Artinya apa? Ini menunjukan bahwa kita harus siap dalam skenario resesi," ujar Tauhid.
Baca Juga:Â Daftar 9 Negara yang Alami Resesi akibat Covid-19Â
Dia melanjutkan, jika nanti pada kuartal III atau IV 2020 ekonomi masih negatif maka sesungguhnya Indonesia menuju fase depresi karena pandemi covid juga belum berakhir.
Berdasarkan data, kerugian ekonomi pada kuartal II 2020 sebesar Rp145.64 triliun yoy. "Artinya, kerugian ini besar sekali. Dan bisa berdampak pada jumlah angka pengangguran bahkan kemiskinan bisa melonjak 5-10 juta. Ini konsekuensi yang harus ditanggul. Saya kira pengusaha juga sudah mulai melakukan PHK," ungkap dia.
Maka dari itu, kedisiplinan masyarakat untuk memastikan protokol kesehatan memang merupakan salah satu kunci untuk membuat pemulihan ekonomi nasional bisa optimal. Namun di sisi lain kedisiplinan dan kecepatan implementasi dan penyaluran stimulus pemerintah sangat diperlukan.