JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan dan menjalankan lima kebijakan fiskal di sektor minyak dan gas (migas). Namun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat masih ada empat stimulus yang belum direalisasikan pemerintah.
Menurut Deputi Keuangan SKK Migas Arief S Handoko, empat stimulus tersebut akan membantu usaha peningkatan produksi untuk mendukung keberlanjutan energi dalam negeei, utamanya pencapaian target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030.
Baca Juga: Menteri ESDM: Harus Disadari, Kejayaan Migas Telah Berlalu
"Kondisi industri hulu migas saat ini dipenuhi oleh berbagai tantangan yakni produksi yang relatif menurun, pandemi Covid-19, dan perkembangan pesat di industri energi alternatif. Oleh karena itu kami berharap agar pemerintah melanjutkan dukungan untuk menyelesaikan implementasi empat stimulusnya," ujar Arief, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Adapun empat kebijakan stimul yang sudah disusun pemerintah sebagai berikut:
Pertama, Tax Holiday untuk Pajak Penghasilan di Semua Wilayah Kerja Migas.
Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan No.PMK-150 hasil revisi terbaru dari insentif Tax Holiday. Perlu dilakukan pembahasan dengan Ditjen Migas, Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak dan Ditjen Anggaran agar regulasi tersebut dapat diterapkan di seluruh wilayah kerja migas.
Baca Juga: Tenang Bos Migas, Sri Mulyani Beri 5 Kemewahan
Dua, Menghapuskan Biaya Pemanfaatan Kilang LNG Badak 0,22 dolar AS per MMBTU
Pembahasan lebih lanjut antara SKK Migas, LMAN dan Ditjen Kekayaan Negara untuk menghapus atau merumuskan kembali biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak, dengan tujuan penghapusan atau penyesuaian sebesar 0,22 dolar AS per MMBTU dari biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak.
Ketiga, Penundaan atau Pengurangan Pajak Tidak Langsung Hingga 100 Persen
Dalam catatan SKK Migas, pemerintah tengah berdiskusi lebih lanjut dengan Direktorat Jenderal Badan Kebijakan Fiskal Migas, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran untuk membahas insentif pajak ini, demi mencari solusi yang konstruktif.