JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan pada 5 Oktober 2020. UU ini pun dianggap memiliki banyak dampak negatif bagi lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Menyikapi hal tersebut, Direktur Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ari Sujianto, menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah yang diganti merupakan izin lingkungan, pengelolaan kualitas dan pencemaran air, udara, hingga Limbah B3. Maka izin usaha tidak memasukkan persyaratan lingkungan, namun telah tercantum dalam izin lingkungan.
"Pada saat analisis dampak lingkungan, itu melibatkan uji kelayakan. Tidak dengan mengurangi kualitas lingkungan, mengalihkan beban. Serta tetap menjaga standar, integrasi, dan pemahaman konsep," ucap Ari, Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Baca Juga: Ciptakan Lapangan Kerja, Menko Airlangga: Peraturan Pelaksanaan UU Ciptaker Segera Rampung
Ari menambahkan, UU Cipta Kerja juga tidak menghilangkan pelibatan masyarakat dalam penyusunan dokumen amdal. Menurut Ari, pelibatan masyarakat dilakukan secara proporsional.
“UU Ciptaker memberikan perhatian lebih terhadap kepentingan masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana usaha oleh pemrakarsa kegiatan dengan tetap membuka ruang bagi pemerhati lingkungan dan LSM pembina masyarakat terkena dampak,” ujarnya.
Baca Juga: Pengusaha Sawit Khawatir dengan UU Cipta Kerja, Ada Apa?
Kata Ari, pengaturan pelibatan masyarakat di luar masyarakat terkena dampak langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Tim Uji Kelayakan (TUK). Dalam UU Ciptaker, dalam penyusunan amdal, masyarakat yang dilibatkan adalah masyarakat yang terdampak langsung dan LSM pembina langsung masyarakat.
Sementara itu, Tim Serap Aspirasi Lingkungan Hidup Prof Budi Mulyanto mengatakan, banyak sekali tantangan yang dihadapi Indonesia di antaranya angka pengangguran, kemiskinan, serta impor pangan yang masih tinggi. Dia menganggap UU Cipta Kerja dapat mengupayakan penciptaan kerja menjadi lebih terukur.