JAKARTA – Indeks dolar AS melanjutkan penurunan pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) dan mencapai posisi terendah terhadap pound Inggris dan dolar Australia. Dolar melemah di tengah pemulihan ekonomi Eropa.
Investor fokus pada janji vaksinasi virus corona dan prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang dapat mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi.
Melansir Antara, Selasa (23/2/2021), indeks dolar AS terakhir turun 0,3% dalam perdagangan sore di New York menjadi 90,046. Dolar telah mengalami tren turun pada Februari dan sekarang telah menyerahkan semua pemulihan Januarinya dari penurunan hampir 7% pada tahun lalu.
Baca juga: Dolar Menguat karena Ekonomi AS Semakin Cerah
Kemunduran dolar terbaru datang karena meluasnya keyakinan bahwa AS akan bertindak lebih jauh dari yang diperlukan untuk mendukung ekonomi dengan pengeluaran pemerintah dan kebijakan-kebijakan uang longgar serta berakhir dengan inflasi tinggi dan terlalu banyak utang tambahan.
Pasar akan mengamati kesaksian Ketua Federal Reserve Jerome Powell kepada Komite Perbankan Senat pada Selasa waktu setempat, untuk mencari tanda-tanda bahwa Federal Reserve AS mungkin menjadi kurang dovish dan lebih waspada terhadap inflasi.
Baca juga: Dolar Rebound Didongkrak Imbal Hasil Obligasi, Bitcoin Tembus USD50.000
Tren penurunan dolar AS telah terjadi saat imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 1,37% dari 1,1% pada akhir Januari. Imbal hasil obligasi 10-tahun relatif stabil dalam perdagangan pada Senin (22/2/2021) sebelum kesaksian Powell, yang akan masuk ke hari kedua pada Rabu di hadapan komite lain.
"Dolar terus naik dan turun karena data AS yang telah melukiskan gambaran beragam dari ekonomi terbesar dunia," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions, dalam sebuah catatan pada Senin (22/2/2021). Pelemahan dalam lapangan pekerjaan AS telah merusak reli dolar karena pasar melihat data pekerjaan yang goyah memperkuat komitmen Federal Reserve terhadap suku bunga rendah, tambah Manimbo.