JAKARTA - PT PLN (Persero) menyiapkan langkah strategis dalam implementasi regulasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) pada 1 April 2022. Terlebih perseroan berkomitmen mencapai net zero emissions (NZE) pada 2060 yang sejalan dengan agenda nasional.
Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Yusuf Didi Setiarto menyebutkan, salah satu inisiatif dekarbonisasi oleh PLN adalah pemanfaatan instrumen NEK yakni perdagangan karbon (carbon pricing).
Baca Juga:Â Penerimaan Pajak Lampaui Target, Sri Mulyani Heran Masih Ada yang Kritik
"Penyelenggaraan implementasi NEK merupakan salah satu pilar strategis untuk memenuhi target penurunan emisi nasional dan aspirasi NZE 2060," ujarnya Rabu (19/1/2022).
Didi mengakui, masih ada beberapa tantangan dalam implementasi regulasi NEK yang saat ini dihadapi oleh PLN. Beberapa di antaranya terkait kapasitas sumber daya manusia yang masih perlu dikembangkan, sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (Measurement, Reporting, Verification/MRV) yang belum beroperasi secara penuh serta perencanaan implementasi nilai ekonomi karbon yang masih belum optimal.
Baca Juga:Â PLTU Kena Pajak Karbon, ESDM Wanti-Wanti Listrik Jangan Sampai Mati!
Karena itu, lanjut dia, ketentuan mengenai mekanisme implementasi cap, trade and tax dibutuhkan sebagai rujukan bagi PLN untuk melakukan perencanaan dan strategi yang matang sebagai persiapan implementasi NEK di Indonesia.
Sejak 2005, PLN telah berpartisipasi dalam perdagangan karbon internasional. Beberapa pembangkit energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong dan PLTP Kamojang telah mengadopsi Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon pada Protokol Kyoto.
"Selain CDM, PLN juga telah mengadopsi mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi, PLTA Renun, dan PLTA Sipansihaporas," imbuh Didi.