JAKARTA - RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang salah satu pasalnya memuat hak cuti melahirkan enam bulan dan cuti suami selama 40 hari menjadi bahan bincangan DPR RI beberapa waktu ke depan.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang meminta Pemerintah dan DPR melakukan kajian dan evaluasi yang mendalam dan konfrehensif sebelum menetapkan UU tersebut.
"Kami pengusaha berharap ada kajian ulang. Psikologi pengusaha harus dijaga karena merekalah yang akan menjalankan kebijakan ini, sehingga memiliki kesiapan dan kemampuan jika RUU ini disahkan. Dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah diatur hak cuti hamil selama 3 bulan, dan sudah berjalan hampir 19 tahun, pelaku usaha menjalankan aturan tersebut dengan konsisten," kata Sarman dalam keterangan tertulis yang diterima MNC Portal Indonesia, Jumat (23/5/2022).
 BACA JUGA:Kabar Baik untuk Wanita Pekerja, Cuti Hamil Dapat 6 Bulan dan Tak Bisa di PHK
Sarman menegaskan, wacana cuti hamil selama enam bulan dan cuti suami 40 hari harus mempertimbangkan dari berbagai aspek.
Mulai tingkat produktivitas, kemampuan pelaku usaha, dan dampak terhadap pelaku UMKM.
Selain itu, lanjutnya, perlu suatu kajian yang mendalam apakah harus enam bulan atau cukup 4 bulan.
Kemudian apakah cuti suami 40 hari juga menjadi keharusan.
"Bisa dibayangkan jika suami istri bekerja ditempat yang berbeda, suami cuti selama itu dikantornya tentu akan mengganggu kinerja dan produktivitasnya di perusahaannya," ucapnya.
Sarman mewanti-wanti, bisa saja kelak pengusaha mensiasati menjadi pekerja kontrak.