JAKARTA – Ekonomi dunia menghadapi ketidakpastian usai beberapa bank sentral dunia menaikkan suku bunga. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa pasar keuangan Indonesia terdampak normalisasi kebijakan moneter global.
Adapun tekanan tersebut berasal dari jelang pengumuman FOMC Meeting Federal Reserve pada 15 Juni lalu, namun membaik pasca pengumuman. Sri Mulyani menyebut isu terkait inflasi dan pengetatan kebijakan moneter akan menimbulkan gejolak yang cukup tinggi di pasar keuangan. Situasi ini dikhawatirkan mempengaruhi laju rupiah.
"Kita harus mewaspadai karena sekarang risiko bergeser dengan adanya inflasi, kenaikan suku bunga dan likuiditas, maka risiko di sektor keuangan menjadi meningkat," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022).
Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah memang mengalami depresiasi dalam beberapa waktu terakhir. Namun, depresiasinya jauh lebih baik dibandingkan negara-negara setara alias peers.
"Filipina 6,4%, India 5%, Malaysia 5,5%, Thailand 6,3%, Turki outliers 30% mereka mengalami penurunan local currency. Ini akan menjadi tren yang harus diwaspadai, monetary policy akan cenderung makin ketat," jelasnya.
Berdasarkan catatan Sri Mulyani, suku bunga AS saat ini mulai meningkat dan membuat para investor menempatkan dananya di aset yang lebih aman. Dengan demikian, terjadi capital outflow atau arus modal keluar sebesar Rp 36,6 triliun.