JAKARTA - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) melalui anak usahanya, PT Tower Bersama menyelesaikan pembelian 3.000 menara telekomunikasi milik PT Inti Bangun Sejahtera Tbk (IBST) senilai Rp3,97 triliun atau setara USD280 juta.
CEO Tower Bersama Infrastructure Hardi Wijaya Liong mengatakan, sumber dana pembelian menara berasal dari kas internal dan pinjaman bank. Di mana melalui pembelian ini meningkatkan pendapatan dan EBITDA tambahan untuk bisnis perseroan.
“Kami terus fokus untuk memberikan kinerja keuangan dan operasional yang kuat dan akuisisi portofolio menara berkualitas tinggi melengkapi strategi pertumbuhan organik kami,” ujarnya, dikutip dari Harian Neraca, Senin (12/4/2021).
Baca Juga: Lunasi Utang Anak Usaha, TBIG Tawarkan Obligasi Rp970 Miliar
Per 30 September 2020, Tower Bersama memiliki 31.703 penyewaan dan 16.215 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik perseroan terdiri atas 16.093 menara telekomunikasi dan 122 jaringan DAS.
Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 31.581, maka rasio kolokasi perseroan menjadi 1,96. Penyelesaian transaksi pembeliaan menara Inti Bangun membuat total portofolio Tower Bersama bertambah menjadi 19.215 menara telekomunikasi.
Sebelumnya lembaga pemeringkat Fitch Ratings memprediksi, rasio dana operasi (funds from operation/FFO) terhadap utang bersih Tower Bersama akan tetap sekitar 5,0 kali hingga 2021. Posisi tersebut di bawah ambang sensitivitas negatif 5,5 kali.
Baca Juga: Tower Bersama Selesaikan Penerbitan Obligasi Rp2,9 Triliun
“Kami memperkirakan akuisisi menara ini akan menambah pendapatan Tower Bersama sekitar US$ 41 juta dan EBITDA sekitar US$ 34 juta per tahun,” tulis Fitch dalam risetnya.
Fitch menilai, profil bisnis Tower Bersama cukup tangguh lantaran didukung visibilitas arus kas yang kuat pada kontrak jangka panjang. Kontrak ini tidak dapat dibatalkan dengan klausul eskalasi. Profil bisnis perseroan juga terus membaik, akibat penambahan tower secara organik dan tingkat penyewaan.
Hal ini didorong oleh belanja modal besar para operator telekomunikasi demi memperkuat jaringan 4G. Bisnis industri menara, lanjut Fitch, memiliki risiko teknologi yang rendah. Profitabilitas yang stabil dan perolehan kas yang kuat membuat perusahaan di sektor menara dibolehkan memiliki batas rasio utang yang lebih tinggi dibanding perusahaan sektor lain.
Selain itu, TBIG juga mengumumkan telah menyelesaikan penerbitan Obligasi Berkelanjutan IV Tower Bersama Infrastructure Tahap IV Tahun 2021 (Obligasi TBIG IV Tahap IV). Total penerbitan Obligasi TBIG IV Tahap IV sebesar Rp970 miliar pada tingkat bunga tetap 5,50% untuk tenor 370 hari. Bunga untuk obligasi ini akan dibayarkan setiap kuartal. Obligasi TBIG IV Tahap IV adalah setara kewajiban senior tanpa jaminan khusus dari TBIG.
Penggunaan dana dari penawaran ini, setelah dikurangi biaya penerbitan, akan digunakan untuk pembayaran sebagian kewajiban finansial dari entitas anak perseroan, khususnya fasilitas pinjaman revolving USD375 juta dari Credit Facilities yang ada. Obligasi TBIG IV Tahap IV akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 April 2021.
Per 30 September 2020, total pinjaman (debt) perseroan, jika pinjaman dalam mata uang US Dollar yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya, adalah sebesar Rp22.407 miliar dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp10.200 miliar.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp574 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp21.833 miliar dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) perseroan menjadi Rp9.625 miliar. Menggunakan EBITDA triwulan ketiga 2020 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 2,04x dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 4,63x, di bawah ketentuan surat utang kami yang mensyaratkan rasio total pinjaman (diukur dengan menggunakan kurs lindung nilai) terhadap EBITDA kuartal terakhir yang disetahunkan untuk tidak lebih dari 6.25x.
(Feby Novalius)