JAKARTA – Berinvestasi saham menjadi salah satu pilihan investasi masyarakat. Terutama untuk masyarakat yang membutuhkan investasi jangka panjang dan memiliki profil risiko yang agresif. Pertanyaannya, bagaimana cara berinvestasi saham? Seorang investor yang ingin berinvestasi saham ada dua cara. Berinvestasi secara langsung di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau membeli reksa dana saham.
Jika memilih berinvestasi secara langsung, maka seorang investor pertama-tama harus membuka rekening efek di perusahaan sekuritas. Ada banyak perusahaan sekuritas atau perusahaan efek yang menjadi anggota BEI. Investor bisa memilih salah satunya, atau bisa juga membuka rekening di lebih dari satu perusahaan efek. Syarat pembukaan rekening efek dengan mendepositkan sejumlah dana, misalnya minimal antara Rp5 juta – Rp25 juta di bank pembayaran yang bekerjasama dengan perusahaan efek.
Baca Juga: Minat Investasi Pasar Modal Syariah Merangkak Naik
Setelah membuka rekening efek, maka investor akan memiliki kartu AKSES (Acuan Kepemilikan Saham) yang dikeluarkan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang mengadministrasikan atau menyimpan data elektronik saham milik investor di pasar modal Indonesia.
Investor bisa berinvestasi saham dengan bantuan dealer yang ada di perusahaan efek, atau menggunakan fasilitas electronic trading (e-trading) yang dimiliki sebagian besar perusahaan efek. Jika menggunakan e-trading, maka investor bisa memanfaatkan perangkat elektronik bertransaksi sendiri dengan menggunakan aplikasi perdagangan saham.
Investor yang berinvestasi secara langsung paling tidak harus memiliki waktu untuk mempelajari saham-saham perusahaan yang ada di BEI. Memilih saham bisa berdasarkan dua pertimbangan, berdasarkan kinerja fundamental dan berdasarkan kinerja teknikal.
Mencermati fundamental saham adalah dengan membaca hasil riset perusahaan penerbit saham yang disediakan analis perusahaan sekuritas, atau bisa dengan membedah sendiri laporan keuangan perusahaan. Setiap perusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI atau yang disebut Perusahaan Tercatat, wajib mempublikasi laporan keuangannya secara berkala. Keterbukaan informasi laporan keuangan dipublikasikan media massa nasional, terdapat juga di website BEI dan di website masing-masing perusahaan.
Baca Juga: Era Baru, Perdagangan T+2 di Bursa Efek Indonesia
Sementara keputusan investasi berdasarkan kinerja teknikal saham, didasarkan pada pergerakan harga saham perusahaan. Analis teknikal di perusahaan sekuritas bisa memberikan hasil risetnya, atau investor sendiri yang langsung menganalisa berdasarkan pergerakan harga saham sepanjang kurun waktu tertentu.
Investor yang membeli saham langsung, membutuhkan dana yang cukup besar karena pembelian saham minimal harus 1 lot atau 100 lembar saham per lot. Pembelian saham langsung juga membutuhkan waktu untuk mencermati saham-saham yang mau dipilih. Selain itu, untuk meminimalkan risiko, investor perlu memiliki beberapa saham. Dalam istilah investasi dikenal jargon “jangan menyimpan telur di salah satu keranjang”.
Karena saham memiliki risiko yang tinggi, investor sebaiknya tidak membeli hanya satu saham. Tetapi beberapa jenis saham. Agar jika terjadi risiko terhadap perusahaan penerbit saham, misalnya mengalami kerugian atau malah bangkrut, yang mengakibatkan harga saham terkoreksi, masih ada potensi keuntungan dari saham lainnya.
Nah, bagaimana jika seorang investor memiliki profil risiko yang agresif dan mau berinvestasi dalam jangka waktu panjang, tetapi tidak punya cukup uang dan cukup waktu untuk membeli saham secara langsung di BEI? Solusinya dengan membeli reksa dana saham.
Investor pertama-tama membuka rekening di perusahaan manajer investasi (MI) yang tercatat atau mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sama seperti membuka rekening saham di perusahaan efek, investor akan mendapatkan kartu AKSES, tanda kepemilikan rekening efek di pasar modal.
Baca Juga: Mengenal Instrumen Exchange Trade Fund yang 'Kembali' ke BEI
Reksa dana saham dikelola oleh manajer investasi (MI) yang profesional mengelola portofolio investasi. Jadi, investor tinggal membeli unit reksa dana yang harganya relatif terjangkau. Minimal pembelian reksa dana Rp100 ribu. Misalnya, harga per unit reksa dana saham A, Rp1.000. Berarti dengan Rp100 ribu, investor akan mendapatkan 100 unit reksa dana saham A.
Uang yang terkumpul dari pembelian unit reksa dana oleh investor ini akan dikelola MI dan dibelikan saham-saham yang tercatat di BEI. MI mengikat kontrak investasi kolektif (KIK) dengan bank kustodian (BK). BK bertugas mengadministrasikan unit-unit reksa dana atau menyimpan dana milik investor.
MI lah yang akan memilih saham-saham mana dari dana yang terkumpul. Karena MI adalah pihak yang profesional, investor tidak perlu memilih lagi mau membeli saham apa. Investor tinggal menerima laporan bulanan perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) atau dana kelolaan MI tempat investor membeli reksa dana. Investor akan menerima laporan berupa fund fact sheet yang menyebutkan saham-saham yang mengisi portofolio reksa dana yang dimiliki investor, beserta perkembangan harga reksa dana (NAB/unit).
Investor juga menerima laporan bulanan rekening reksa dana miliknya. Berapa unit reksa dana miliknya dan berapa harga unit reksa dana tiap tanggal laporan. Harga unit reksa dana bergerak setiap hari atas laporan BK dan dipublikasi di media massa nasional serta oleh masing-masing MI. Jadi investor selain menunggu hasil laporan tiap bulan, bisa memantau setiap hari pergerakan harga unit reksa dana miliknya.
Investor yang punya tujuan investasi jangka panjang bisa fokus pada tujuannya dan tidak harus merasa panik ketika melihat harga saham atau reksa dana saham yang turun naik. Langkah yang bijak adalah belilah saham ketika harga di pasar sedang turun, atau ketika harga NAB/unit sedang rendah. Dan jual ketika harga saham sedang naik atau harga NAB/unit reksa dana saham tengah tinggi. Kapan harga saham tinggi bisa bertanya atau membaca hasil riset-riset analis saham.
(TIM BEI)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)