JAKARTA - Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, voucher, kartu perdana dan token listrik yang berlaku mulai 1 Februari 2021. Lalu, apakah kebijakan itu akan memberatkan masyarakat?
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal keputusan untuk memungut pajak tersebut tak akan membebani masyarakat. Sebab, terkini sudah sebagai kebutuhan mereka untuk bekerja dan aktvitas usahanya.
Baca juga: Agen Pulsa dan Token Listrik Mulai Kena Pajak Hari Ini
"Bukan hanya untuk kegiatan konsumtif tapi juga untuk pekerjaan dan usaha," ujarnya kepada Okezone, Minggu (1/2/2021).
Selain itu, pengenaan pajak tersebut juga tidak akan menuruni daya beli masyarakat.
Baca juga: Begini Penjelasan Sri Mulyani tentang Pajak Penjualan Pulsa hingga Token
"Kalau dampak terhadap daya beli tidak terlalu besar karena nilai per transaksi penjualan pulsa juga tidak besar," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pajak Penghasilan Atas Penyerahan Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.
Regulasi tersebut ditandatangani oleh bendahara negara sejak 22 Januari 2021 dan akan mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
Sri Mulyani menjelaskan, ketentuan tersebut bertujuan memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pengenaan PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucher.
"PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucher sudah berjalan selama ini, sehingga ketentuan tersebut tidak mengatur jenis dan objek pajak baru," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Instagram pribadinya yang dikutip Okezone.
(Fakhri Rezy)