JAKARTA – Produsen rokok PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) akan melakukan go private di tengah lesunya bisnis penjualan rokok. Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara atau suspensi saham RMBA di seluruh pasar mulai sesi I perdagangan, Jumat (6/8).
Direktur Bentoel Internasional Investama Faisal Saif mengatakan, suspensi saham tersebut sehubungan dengan rencana perseroan untuk merubah status menjadi perusahaan tertutup atau go private.
“Perseroan juga akan melakukan penghapusan pencatatan saham dan melakukan penyelesaian proses penawaran tender pada 5 Agustus 2021,” jelas dia.
Baca Juga: Bentoel Internasional Rugi Rp 2,66 Triliun
Penghentian sementara perdagangan saham, kata Faisal, tidak berdampak material terhadap kegiatan opersional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha perseroan. Sesuai rencana, RMBA akan melakukan keterbukaan informasi secara terpisah terkait rencana go private dan delisting sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hingga keterbukaan ini dirlis, manajemen RMBA belum menjelaskan secara rinci alasan mengambil keputusan go private. Namun melihat porsi kepemilikan saham publik, saham RMBA terbilang tidak likuid.
Baca Juga: Naik 26,75%, Rugi Bentoel Membengkak Jadi Rp608,46 Miliar
Bentoel Group didirikan oleh Ong Hok Siong pada 1930. Perseroan resmi tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya 60 tahun kemudian atau tepatnya pada 5 Maret 1990. Ketika itu, RMBA melepas 1,20 juta lembar saham baru dengan harga pelaksanaan IPO Rp3.380. Dengan demikian, perseroan menggalang dana sekitar Rp4,06 miliar. Pada 2009, Bentoel diakuisisi oleh British American Tobacco (BAT).
Sampai saat ini, RMBA masih menjadi bagian BAT dengan mengusung merek seperti Dunhill dan Lucky Strike. BAT menjadi pengendali dan tercatat mengempit kepemilikan 92,50% saham RMBA sampai dengan data per 30 Juni 2021. Sisanya, UBS AG London-2140724000 7,30 persen dan masyarakat lainnya 0,20%.
Hingga kuartal I/2021, RMBA berhasil menyusutkan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 83,59%, dari Rp43,29 miliar pada periode yang sama tahun 2020 menjadi Rp7,10 miliar pada kuartal I/2021. Selain itu, penjualan emiten produsen rokok ini merosot 43,78% menjadi Rp2,289 triliun. Tapi beban penjualan menyusut 43,46% menjadi Rp2,019 triliun. Sehingga laba kotor turun 46,3% menjadi Rp269,23 miliar.
Menariknya, beban operasi mengalami penyusutan 55,78% menjadi Rp210, 07 miliar. Hal itu disebabkan beban penjualan menyusut 73,14% menjadi Rp94,41 miliar. Ditambah perseroan membukukan keuntungan nilai tukar rupiah sebesar Rp38,66 miliar, sedangkan kuartal I 2020 membukukan kerugian selisih nilai tukar rupiah senilai Rp18,3 miliar.
Sementara itu, aset terkumpulkan sebesar Rp11,477 triliun atau terkoreksi 7,9% dibandingkan akhir tahun 2020 sebesar Rp11,477 triliun. Hal itu karena kewajiban jangka pendek turun menyusut 25% Rp2,823 triliun. Kemudian arus kas bersih diperoleh dari aktivitas operasi tercatat Rp442,53 miliar, merosot 77,16% dibandingkan kuartal I 2020 sebesar Rp1,936 triliun
(Kurniasih Miftakhul Jannah)