JAKARTA - PLN mengajak para industri ikut terlibat membantu ataupun menyerap energi hijau yang telah disiapkan perseroan. Di mana PLN berkomitmen membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan, sekalipun saat ini sedang mengalami over suplai listrik.
Di mana dalam beberapa tahun mendatang, suplai listrik akan terus bertambah, melalui mega proyek 35.000 Mega Watt (MW) yang masih terus berjalan. Hal ini akan menambah over suplai listrik di sejumlah wilayah seperti Pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
Namun demikian, Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagaklistrikan PLN, Edwin Nugraha Putra mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dilakukan PLN dalam menyediakan energi hijau.
Baca Juga: PLN Gerak Cepat Investigasi Dugaan Kebocoran Data Pelanggan
"Misalnya dengan Pupuk Indonesia, kita sudah memetakan tempat-tempat yang memungkinkan kita alirkan energi hijau. Ini sedang kita letakan dan sekarang sedang berproses untuk melihat lebih jauh bagaimana kemungkinan untuk suplai tersebut masuk ke tempat-tempat industri," kata Edwin, Selasa (23/8/2022).
Memastikan ketersediaan pasokan energi hijau juga sejalan dengan target PLN pada 2025 yang diminta pemerintah untuk mencapai 23% energi baru terbarukan. Pembangunan energi hijau tentu saja harus dikaitkan dengan kerja sama industri untuk memenuhi listriknya dari PLN.
"Perlunya offtaker, seperti pabrik pupuk, dan industri lainnya. Hal ini akan sangat membantu PLN di tengah kondisi over suplai pasokan listrik," ujarnya.
Baca Juga: Setelah 77 Tahun, Desa Hutatua Tapanuli Utara Akhirnya Terang Benderang
Di sisi lain, PLN berkomitmen mengatur untuk tidak memasukan energi fosil lagi ketika pertambahan beban terjadi. Dia memastikan bahwa PLN hanya menyelesaikam pembangunan 35.000 MW yang dimulai sejak tahun 2015.
"Nanti sepenuhnya untuk melayani beban-beban baru kita layani dengan energi baru terbarukan ke dalam sistemnya. Secara garis besar, itu yang kami lakukan," tegasnya.
Sementara itu, President Director PT Pupuk Indonesia (Persero), Achmad Bakir Pasaman mengatakan, sebagai perusahaan petrokimia, Pupuk Indonesia saat ini sedang fokus menangani masalah karbon dioksida (CO2) yang terbuang ke atmosfer. Dia memastikan, Pupuk Indonesia terus berusaha mengatasi masalah ini.
Dia menjelaskan, Pupuk Indonesia memiliki peta jalan hingga tahun 2050 untuk mengurangi emisi karbon. Karena, pabrik-pabrik milik Pupuk Indonesia semuanya menghasilkan karbon dioksida selama proses produksi amonia.
"Ini terus kita kurangi ataupun menjadi emisi yang seminimal mungkin ke udara. Ini kita lakukan bertahap, tidak bisa langsung dilakukan," kata Achmad.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan bisnis green hydrogen dan green/blue ammonia value chain serta carbon capture utilization and storage (CCUS).
Dia mengungkapkan, green ammonia yang diproduksi saat ini volumenya sekitar 21 juta ton di seluruh dunia. Tapi nanti sekitar tahun 2030, amonia hanya akan menjadi media transporter untuk mengangkut hydrogen. Achmad menjelaskan, hydrogen adalah komponen yang tidak megandung senyawa karbon.
"Dekarbonisasi ini adalah bagaimana kita mengalihkan energi yang tidak mengandung karbon," kata dia.
Di sisi lain, Pupuk Indonesia sebagai pemain utama dalam produsen green dan blue ammonia, sedang melakukan berbagai macam kerja sama. Untuk melakukan itu, tentunya dibutuhkan peta jalan yang akan dilakukan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
Achmad mengaskan, yang bisa dilakukan Pupuk Indonesia dalam rencana jangka pendek untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yaitu dengan menggunakan energi hijaun. Untuk menyediakan energi hijau, Pupuk Indonesia menggandeng atau melakukan kerja sama dengan PLN.
Kata dia, Pupuk Indonesia meminta PLN memasok listrik pabrik-pabrik di bawah naungan Pupuk Indonesia untuk menggunakan energi hijau atau hydro power.
"Tapi di tahun 2025 ini kita coba mulai menghilangkan CO2 dengan mengonversikan ke dalam bentuk lain. Misalnya soda es. Soda es itu adalah bahan bakunya karbon CO2. Ini bisa kita konvensikan ke soda es untuk mengurangi CO2," tegasnya.
(Feby Novalius)