Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Jadi Jebakan Utang China ke RI?

Mutiara Oktaviana, Jurnalis
Minggu 16 April 2023 12:04 WIB
Kereta cepat Jakarta-Bandung. (Foto: Okezone)
Share :

Kementerian BUMN menyebut pembangkakan tersebut adalah hal wajar karena situasi pandemi Covid-19 yang berdampak pada kemampuan keuangan konsorsium proyek kereta cepat.

Diketahui bahwa komposisi pembiayaan proyek ini adalah 75% berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China.

Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60% dan 40% berasal dari konsorsium China.

Total pinjaman Indonesia ke China Development Bank (CDB) mencapai Rp8,3 triliun. Utang itu akan dipakai untuk pembiayaan pembengkakan biaya kereta cepat.

Hanya saja, bunga yang ditawarkan oleh China adalah 3,4% per tahun dengan tenor selama 30 tahun.

Luhut juga sebelumnya menyebut China enggan menurunkan bunga pinjaman menjadi 2% dengan tenor selama 40 tahun - yang merupakan skema pembiayaan awal.

Kendati dianggap memberatkan, Luhut mengatakan bunga utang yang dipatok China itu tidak masalah karena Indonesia memiliki kemampuan untuk membayar dan melunasi pinjaman dari pajak.

"Jangan under estimate Indonesia semakin baik loh. Kamu lihat penerimaan pajak naik 4,8 persen karena banyak di Indonesia ini batu bara," ucap Luhut.

Tapi Rizal menyebut klaim Luhut itu harus dipertimbangkan lagi.

Sebab tax ratio atau target penerimaan pajak pada 2023 sebesar Rp2.021,2 triliun atau turun 0,66% dari realisasi penerimaan pajak pada 2022.

Selain itu, Kementerian Keuangan juga sedang dilanda persoalan terkait transaksi janggal sebesar Rp349 triliun sehingga dipastikan bakal mengganggu penerimaan pajak.

Bahkan Rizal menilai bunga pinjaman yang dipatok China sebesar 3,4% tidak bijak karena prospek bisnis pengoperasian kereta cepat belum tentu menguntungkan. Belum lagi ongkos pengelolaan yang tidak murah.

Menurutnya, konsorsium Indonesia dipastikan bakal kesulitan membayar utang tersebut sehingga ujung-ujungnya mengandalkan APBN.

"Mau tidak mau (pakai APBN) karena konsorsium Indonesia misalnya hanya bisa membayar bunga utang yang 2%, selebihnya yang 1,4% ditanggung APBN," jelasnya.

Sementara kondisi APBN sudah sangat terbebani dengan besaran utang yang kian membengkak. Apalagi kalau nanti harus ikut menanggung pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya