JAKARTA – Pengusaha tekstil mengungkap perusahaan yang bangkrut di sektor tersebut semakin banyak. Hal ini pun berdampak pada jumlah buruh tekstil yang di PHK.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan saat ini kondisi industri tekstil belum menunjukkan arah pemulihan. Permintaan yang menurun hingga membajirnya barang impor masih menjadi tantangan berat dunia usaha di sektor tekstil.
Redma menjelaskan kondisi ini turut berdampak pada beberapa perusahaan atau produsen tekstil yang kembali mengambil langkah PHK (pemutusan hubungan kerja) sebagai langkah efisiensi menurunkan cost perusahaan karena minimnya permintaan.
"Makin lama makin banyak perusahaan yang gugur, PHK makin nambah. Bahkan dari KSPN (Konfederasi Serikat Pekerja Nasional) sudah konfirmasi beberapa perusahaan tutup, 700 orang akhirnya harus kehilangan pekerjaan," ujar Redma dalam Market Review IDXChannel, Rabu (22/11/2023).
Menurutnya kondisi ini juga banyak dipengaruhi oleh faktor membanjirnya barang impor terutama produk tekstil yang masuk ke Indonesia. Meski Pemerintah sudah sempat merumuskan kebijakan soal pengetatan barang impor masuk ke Indonesia, namun pelaku usaha menilainya kebijakan tersebut belum berlaku secara optimal.
Redma masih menunggu ketegasan Pemerintah untuk menindak dan memperketat barang impor masuk ke Indonesia. Hal itu agar produsen di dalam negeri bisa bersaing secara sehat, sebab barang impor ini kadang punya harga yang relatif lebih murah karena tidak terkena berbagai perizinan dan biaya produksi langsung.
"Di implementasi ini kami sama sekali belum melihat ada perbaikan yang betul betul terutama untuk impor ilegal, karena yang bisa ini ada di kementerian keuangan, bea cukai, pajak, sampai sekarang belum ada perbaikan dari sisi itu," kata Redma.
Menurutnya kebijakan pengetatan impor tersebut kerap terbentur masalah komunikasi yang tidak kunjung mendapatkan solusi yang win-win, baik pengusaha dalam negeri, importir, dan pemerintah.
"Bottleneck ini selalu diskusi pemerintah, produsen dan importir, dan importir ini banyak keberatan, selalu ada pertentangan kalau bicara aturan," kata Redma.
"Di sisi implementasi pengetatan impor belum melihat, misal dari bea cukai sendiri belum ada wacana untuk melarang impor misalnya, memeriksa para importir memasukan barang yang banyak, itu belum terlihat," pungkasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)