Cerita Bos BCA soal Transformasi Digital Perbankan

Pika Piqhaniah, Jurnalis
Minggu 24 Maret 2024 12:38 WIB
Cerita Presdir BCA (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkap besarnya dampak teknologi ke sektor perbankan.

Memimpin BCA sejak 2011, Jahja tak memungkiri bahwa perkembangan teknologi turut memainkan peran penting dalam transformasi.

Jahja mengungkap, BCA melakukan transformasi dari penggunaan internet banking hingga mobile banking.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa menjaga keseimbangan antara kemudahan penggunaan (user-friendly) dan keamanan (security) merupakan tantangan tersendiri.

Dengan transformasi digital, hanya sekitar 0,4% transaksi nasabah BCA yang dilakukan di luar cabang, menandakan bahwa tabungan tidak lagi hanya dilihat dari segi bunganya, tetapi juga dari kenyamanan bertransaksi yang ditawarkan oleh bank.

Kendati demikian, dia menyadari pentingnya menjadi ramah pengguna (user-friendly) bagi semua lapisan masyarakat, termasuk yang lebih senior yang mungkin belum terbiasa dengan teknologi digital.

"Jangan lupa, BCA memang sudah berdiri 1957, ada yang berusia 18-20 tahun, banyak yang masih muda. Namun, kita juga memiliki nasabah yang usianya mencapai 95 tahun. Apakah mereka mahir menggunakan teknologi seperti generasi yang lebih muda? Kita harus benar-benar user friendly," jelas Jahja dalam CEO2CEO QuBisa, Minggu (24/3/2024).

Selain itu, Jahja juga menjelaskan bahwa BCA tidak hanya mengandalkan pendapatan dari margin bunga dan biaya administrasi tradisional, tetapi juga memperluas sumber pendapatan melalui layanan-layanan baru seperti virtual assistance, e-wallet, dan layanan pembayaran online lainnya.

Dengan NPL (Non-Performing Loan) yang rendah, BCA menjaga kestabilan keuangannya, sehingga dapat terus memberikan layanan dan fasilitas yang terbaik bagi nasabahnya.

Transformasi digital yang dilakukan BCA berdampak bagi ekosistem bisnis dan masyarakat secara luas. Dengan memberikan akses yang lebih mudah dan nyaman terhadap layanan perbankan, BCA turut berperan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Indonesia.

Jahja memaparkan, kini bisnis perbankan tidak hanya mengandalkan margin dari perbedaan antara biaya dana dan pendapatan dari pemberian kredit. Ada juga pendapatan dari biaya-biaya (fee) yang dikenakan atas berbagai layanan yang disediakan oleh bank. Sebelum pandemi COVID-19, fee tersebut biasanya terkait dengan biaya administrasi atau layanan tertentu, seperti biaya untuk layanan treasuri, dan lain sebagainya.

seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan pola perilaku konsumen, munculah berbagai fee baru yang terkait dengan layanan-layanan digital.

Perusahaan-perusahaan yang ingin memanfaatkan jaringan bank untuk transaksi mereka, misalnya pembayaran tagihan, pembelian, atau lainnya, perlu membayar biaya untuk menggunakan layanan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa digitalisasi membawa peluang baru bagi bank untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari fee.

Pada awalnya, kata Jahja, mungkin sulit bagi banyak orang untuk membayangkan adanya fee-fee baru terkait dengan layanan digital ini. Namun, dengan munculnya fintech company dan perkembangan e-commerce di Indonesia sekitar delapan atau sembilan tahun yang lalu, banyak yang memperkirakan bahwa bank tradisional akan tersingkir oleh perusahaan-perusahaan tersebut. 

"Ternyata sampai sekarang malah kita bersahabat dengan mereka (fintech), dengan e-commerce. E-commerce kita kerja sama gitu ya, bagi-bagi profit, ya win-win solution namanya ya. Jadi, bank tradisional khususnya BCA juga tidak tinggal diam." katanya

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya