JAKARTA - Pelemahan nilai tukar Rupiah yang kini bergerak di level Rp16.400 per USD berdampak terhadap keseimbangan fiskal, karena memengaruhi pos pendapatan dan belanja di APBN.
Pelemahan Rupiah juga memberikan dampak secara langsung terhadap harga energi di Indonesia. Hal itu terkait dengan struktur perekonomian Indonesia yang cukup tergantung terhadap impor.
Kebijakan moneter ketat yang diimplementasikan oleh European Central Bank (ECB) dalam beberapa tahun terakhir dan Bank Sentral Amerika (The Fed) yang juga mulai menerapkan kebijakan serupa, menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.
Data juga menunjukkan ketika harga minyak meningkat nilai tukar sebagian besar mata uang termasuk Rupiah terhadap dolar cenderung melemah.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal Indonesia.
Untuk APBN 2024, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp4 triliun. Akan tetapi, pelemahan tersebut memberikan konsekuensi terhadap meningkatnya belanja negara sekitar Rp10,20 triliun.
"Artinya, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD berpotensi meningkatkan defisit APBN sekitar Rp6,20 triliun," katanya di Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Selain pelemahan rupiah, peningkatan harga minyak (ICP) juga memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal Indonesia. Setiap peningkatan harga minyak sebesar USD1 per barel berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp3,6 triliun.
Akan tetapi, peningkatan tersebut memberikan dampak terhadap meningkatnya belanja negara sekitar Rp10,10 triliun. Artinya, setiap peningkatan harga minyak sebesar USD1 per barel berpotensi meningkatkan defisit APBN 2024 sekitar Rp6,50 triliun.
"Kebijakan moneter ketat yang diberlakukan oleh sejumlah negara, pelemahan rupiah, dan kecenderungan peningkatan harga minyak memberikan dampak terhadap kinerja APBN 2024," ujarnya.
Sampai dengan kuartal pertama 2024, pendapatan negara dilaporkan 7,57% lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, belanja negara justru lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara, penerimaan pajak dilaporkan turun 9,29% dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dilaporkan turun 6,69 %. Realisasi belanja negara baik untuk pemerintah pusat dan transfer ke daerah pada periode yang sama justru dilaporkan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Pelemahan rupiah dan/atau peningkatan harga minyak (ICP) memberikan dampak langsung terhadap meningkatnya biaya pengadaan energi (listrik, BBM, gas) di Indonesia. Peningkatan biaya pengadaan energi di Indonesia dapat disebabkan karena meningkatnya harga bahan baku dan/atau akibat selisih kurs rupiah," katanya.