Kelas Menengah RI Jatuh Miskin, Apa Penyebabnya?

Suparjo Ramalan, Jurnalis
Sabtu 27 Juli 2024 21:24 WIB
Kelas Menengah Jatuh Miskin (Foto: Okezone)
Share :

Ada banyak faktor yang mendorong kelas menengah di dalam negeri berkurang. Faktor yang paling dominan adalah inflasi pangan, lantaran lonjakan harga sejumlah komoditas pangan terjadi secara ‘gila-gilaan’.

Menurut dia, konsumsi pangan di kalangan borjuis Indonesia cukup tinggi. Namun, inflasi pangan menjadi momok bagi mereka, sehingga membuat daya beli menjadi berkurang.

“Kuncinya investasi, produktivitas, pengupahan, dan perbaikan sistem jaminan sosial, terutama pendidikan dan kesehatan agar cost beban mereka bisa dikurangi, jadi jangan mahal-mahal, dan mengatasi inflasi pangan,” paparnya.

Ihwal investasi, lanjut dia, punya hubungan erat dengan serapan tenaga kerja baru. Berdasarkan data Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa realisasi investasi sepanjang 2023 mencapai Rp1.418,9 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja 1.823.543 orang.

Realisasi investasi 2023 terdiri dari penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp744,0 triliun atau setara 52,4 persen dari total realisasi investasi. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp674,9 triliun atau mencapai 47,6 persen.

“Mau tidak mau ya agar kita juga masuk ke investasi yang penyerapan tinggi adalah pertama peningkatan produktivitas dari kelas menengah, kemudian kemampuan dan sebagainya begitu, jadi mau tidak mau kembali ke kapasitas SDM begitu,” tutur dia.

Pemerintah juga disarankan memperkuat tulang punggung ekonomi nasional, yakni sektor industri. Pasalnya, banyak pekerja formal yang bergantung di bidang industri.

“Karena kan yang paling menjamin kalau kita keterkaitan ya sektor yang formal, ya itu banyak di sektor industri, mereka terjamin oleh struktur upah, terjamin dengan jaminan sosial, misalnya pengupahan, pensiunan, dan sebagainya kan, saya kira sektor industri dikembalikan lagi,” katanya.

Intervensi lainnya adalah perbaikan sistem pengupahan karyawan atau buru. Tauhid menyebut, sistem upah antara pusat dan daerah jauh belum keseimbangan. Sehingga, turut berpengaruh tingkat konsumsi kelas menengah.

“Kita kan kesenjangan nih kelas-kelasnya, antar upah daerahnya begitu jauh sehingga, misalnya upah di Jabodetabek jauh lebih tinggi dari jawa tengah, nah artinya apa? Begitu banyak PHK di Jabodetabek, tetapi penyerapan di Jawah Tengah terjadi tapi mereka struktur skala upah ya rendah, sehingga konsumsinya ikut renda, nah itu harus ada keseimbangan baru begitu ya,” jelas dia.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya