“Dalam lima tahun terakhir, pemerintah rata-rata menghabiskan Rp119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM. Ini artinya pajak masyarakat tidak secara optimal tersalurkan karena tidak dinikmati golongan yang membutuhkan subsidi tersebut,” ujarnya.
Melihat tantangan tersebut, maka kini penambahan anggaran subsidi BBM tidak dapat menjadi solusi bijak, menimbang risiko amplifikasi penyaluran subsidi BBM yang tidak tepat. Hal ini menuntut pemerintah untuk mengambil langkah yang mendorong penyediaan BBM bersubsidi rendah sulfur yang tepat sasaran.
Di sisi lain, tantangan polusi udara yang berkepanjangan menuntut pemerintah untuk mengambil gebrakan dalam mendorong penyediaan BBM rendah sulfur yang lebih masif. Kemenko Marves menekankan bahwa saat ini sudah terdapat kilang minyak yang siap menyediakan solar rendah sulfur, khususnya di daerah Jakarta. Oleh karena itu, penyediaan BBM bersubdisi rendah sulfur akan dijalankan secara bertahap, dimulai dari Jakarta sebelum nantinya berjalan secara nasional pada tahun 2028.
(Feby Novalius)