JAKARTA – Pengadilan Federal Amerika Serikat (AS) memutuskan memblokir tarif impor yang sebelumnya diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Tarif sepihak yang diputuskan Trump, berdampak negatif signifikan terhadap perekonomian global.
Pengadilan Perdagangan Internasional menyatakan bahwa Gedung Putih tidak memiliki kewenangan untuk memberikan otoritas sepihak kepada Presiden dalam menetapkan tarif terhadap hampir semua negara mitra dagang AS.
Pengadilan yang berpusat di New York menegaskan bahwa Konstitusi AS memberikan kewenangan eksklusif kepada Kongres untuk mengatur perdagangan internasional. Kewenangan tersebut tidak dapat digantikan oleh Presiden, meskipun dengan alasan menjaga stabilitas ekonomi.
Menanggapi putusan tersebut, Pemerintahan Trump berencana mengajukan banding. Demikian dilansir BBC, Kamis (29/5/2025)
Putusan didasarkan pada dua kasus terpisah. Liberty Justice Center, yang nonpartisan, mengajukan satu kasus atas nama beberapa bisnis kecil yang mengimpor barang dari negara-negara yang menjadi sasaran bea masuk, sementara koalisi pemerintah negara bagian AS juga menentang pajak impor.
Kedua kasus tersebut menandai tantangan hukum besar pertama terhadap apa yang disebut tarif "Hari Pembebasan" Trump.
Panel tiga hakim memutuskan bahwa Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA), undang-undang tahun 1977 yang dikutip Trump untuk membenarkan tarif tersebut, tidak memberinya kewenangan untuk mengenakan pajak impor dalam skala besar.
Pengadilan juga memblokir serangkaian pungutan terpisah yang dikenakan pemerintahan Trump terhadap Tiongkok, Meksiko, dan Kanada, sebagai tanggapan atas aliran narkoba dan imigran ilegal yang dianggap tidak dapat diterima ke AS.
Namun, pengadilan tidak diminta untuk membahas tarif yang dikenakan pada beberapa barang tertentu seperti mobil, baja, dan aluminium, yang berada di bawah undang-undang yang berbeda.
Gedung Putih telah mengkritik putusan tersebut, meskipun Trump belum berkomentar secara langsung.
"Bukan tugas hakim yang tidak dipilih untuk memutuskan cara menangani keadaan darurat nasional dengan tepat," kata Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Kush Desa.
Namun, Jaksa Agung Letitia James, salah satu dari 12 negara bagian yang terlibat dalam gugatan tersebut, menyambut baik keputusan itu.
"Hukumnya jelas, tidak ada presiden yang memiliki kekuasaan untuk menaikkan pajak sesuka hati," katanya.
(Feby Novalius)