JAKARTA - Jalan pantura awalnya dibangun sebagai jalan raya pos oleh Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa pada tahun 1808-an. Membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur, jalan ini dibangun untuk memodernisasi Jawa terutama dalam bidang pertahanan, pemerintahan, dan distribusi barang dan jasa.
Jalan raya pos di bangun dengan keringat dan darah para pekerja rodi pribumi. Banyak pekerja yang tewas karena kelelahan dan diserang penyakit malaria lantaran kondisi Jawa saat itu masih dipenuhi rawa dan hutan.
Jalan ini dibangun dalam 2 tahap. Tahap pertama pada tahun 1808 dimulai dari Merak hingga Ujung Kulon, disusul dengan pembangunan jalan Anyer, Batavia hingga Merak. Pada tahun 1809, pembangunan dimulai dari pandeglang hingga Sumedang dan dilanjutkan hingga Semarang dan Demak.
Berkat migrasi besar-besaran ke pulau jawa dekade 1930-an, kawasan Pantura pun berkembang pesat. Lebih dari 200 tahun setelah pembangunan awal, Jalan raya pos akhirnya bertransformasi menjadi jalan yang dikenal luas dengan nama Jalur pantura.
Istilah ‘Pantura’ yang berarti ‘Pantai Utara’ mulai digunakan oleh media massa pada pengunjung 1980. Jalur dengan nama resmi Jalan Nasional Rute 1 ini membentang sepanjang kurang lebih 1.316 km dan melintasi 5 provinsi, yakni Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Jalan pantura kini menjadi urat nadi utama transportasi darat di pulau Jawa karena setiap hari dilalui puluhan ribu kendaraan. Untuk memecah kepadatan arus lalu lintas kendaraan di jalur pantura, pemerintah pun membangun jalan Tol Trans-Jawa.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)