Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Geliat Ekonomi Syariah

Geliat Ekonomi Syariah
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
A
A
A

Selama lebih dari dua dekade terakhir ekonomi syariah nasional terus berkembang. Aktivitas ekonomi syariah tidak hanya di sektor perbankan atau nonbank, tapi juga di sektor riil lain seperti pendidikan, perdagangan, fashion, industri kreatif, UMKM, dan investasi.

Kinerja perekonomian yang positif dan stabil telah memberi ruang gerak yang besar bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Kehadiran ekonomi syariah di Indonesia yang mayoritas pemeluk agama Islam merupakan titik baru sejarah perekonomian nasional. Ekonomi syariah di Indonesia terus bertumbuh mencapai rata-rata 40 persen setiap tahun. Pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan ekonomi konvensional yang hanya 19 persen.

Perkembangan ekonomi syariah nasional dapat tercermin dari pertumbuhan aktivitas di sektor perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan pengelolaan zakat. Di sektor perbankan syariah, dalam lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan perbankan syariah, baik dari sisi aset, pembiayaan, maupun dana pihak ketiga, menunjukkan tren meningkat.

Data pertumbuhan dan struktur perbankan syariah memperlihatkan daya tahan di tengah gejolak pasar keuangan global. Hingga Juni 2013 pertumbuhan aset perbankan syariah (yoy) mencapai 40,64 persen, meningkat dari Rp155,41 triliun pada 2012 menjadi Rp218,57 triliun pada 2013.

Pembiayaan telah mencapai Rp171,23 triliun (tumbuh 45,61 persen yoy) dan penghimpunan dana mencapai Rp163,97triliun (tumbuh 37,46 persen yoy). Fenomena ini menjadikan perbankan syariah Indonesia menjadi keempat terbesar setelah Iran, Malaysia, dan Arab Saudi.

Dari jumlah entitas usaha, berdasarkan data Bank Indonesia, saat ini terdapat 11 bank umum syariah (BUS), 24 bank syariah dalam bentuk unit usaha syariah (UUS), dan 156 BPRS, dengan jaringan kantor meningkat dari 1.692 kantor pada 2011 menjadi 2.574 pada 2012 atau tumbuh sebesar 25,31 persen (per 17 Desember 2012).

Di sektor asuransi syariah, dalam lima tahun terakhir (2007–2012), rata-rata tingkat pertumbuhan aset industri asuransi syariah di Indonesia mencapai 55,13 persen.

Pada akhir 2012 tingkat pertumbuhan aset asuransi syariah di Indonesia mencapai 42,02 persen, di mana perusahaan asuransi umum dan reasuransi syariah memiliki tingkat pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibandingkan perusahaan asuransi jiwa syariah yaitu sebesar 67,83 persen dan 35,19 persen. Jika dibandingkan dengan total aset yang dimiliki industri asuransi nasional, pada akhir 2012 market share industri asuransi syariah di Indonesia hanya 3,99 persen, di mana market share asuransi jiwa syariah sebesar 3,79 persen dan pangsa pasar asuransi jiwa umum syariah sebesar 4,77 persen.

Berdasarkan data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga akhir 2012 terdapat 45 perusahaan asuransi dan reasuransi syariah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lima di antaranya perusahaan asuransi syariah yang telah full pledged (3 perusahaan asuransi jiwa dan 2 perusahaan asuransi umum).

Sementara sisanya berbentuk unit syariah (17 unit syariah asuransi jiwa, 20 unit syariah asuransi umum, dan 3 unit syariah reasuransi). Untuk produk reksa dana syariah, hingga Maret 2013 terdapat 58 jenis produk reksa dana syariah yang ditawarkan kepada masyarakat. Angka tersebut masih jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah produk reksa dana konvensional yang ada di masyarakat yaitu mencapai 694 produk.

Market share reksa dana syariah hanya 7,71 persen dari total produk reksa dana di Indonesia. Dari 58 produk reksa dana syariah, 34,48 persen di antaranya produk reksa dana terproteksi, 27,59 persen merupakan produk reksa dana campuran, 22,41 persen merupakan produk reksa dana saham, dan sisanya produk reksa dana pendapatan tetap dan indeks Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemarin pada acara peluncuran “Gerakan Ekonomi Syariah (Gres!)” telah menyampaikan komitmen pemerintah dalam mendorong kinerja ekonomi syariah nasional.

Gerakan ini manifestasi keinginan untuk memperluas pemahaman dan penetrasi kegiatan- kegiatan ekonomi syariah di masyarakat. Ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang bersifat universal, inklusif, dan modern.

Universalitas dan inklusivitas ekonomi syariah menjadikan sistem ini terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sistem ekonomi syariah nasionaltentudiharapkandapat menjadi motor perekonomian nasional ke depan mengingat selain potensi pengembangannya masih sangat besar, juga linier dengan amanat konstitusi dan Pancasila.

Untuk mendukung perkembangan ekonomi syariah, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peranti regulasi yang diharapkan dapat memberi ruang pertumbuhan bagi aktivitas ekonomi syariah. Regulasi tersebut antara lain UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Selain itu juga telah diterbitkan UU No 42 Tahun 2009 terkait Perpajakan yang memberikan tax neutrality bagi transaksi keuangan syariah.

Untuk ruang lingkup kelembagaan ekonomi syariah, pemerintah juga telah mengeluarkan UUNo 3Tahun2006, Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Dalam UU No 3 Tahun 2006 ini, kelembagaan ekonomi syariah secara yuridis terdiri atas bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, serta bisnis syariah Pemerintah juga secara reguler menerbitkan sukuk sejak 2008 yang diharapkan dapat mendukung pendalaman pasar keuangan syariah.

Begitu juga sejumlah program pemberdayaan seperti KUR dan program perlindungan sosial lainnya yang melibatkan entitas ekonomi syariah. Pemerintah secara aktif juga terus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan baik dengan BI, OJK, Baznas, MUI, maupun organisasi lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Kendati demikian, ada sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan dalam mendorong ekonomi syariah nasional.

Pertama, kesiapan sumber daya manusia yang andal di sektor ini. Industri ini diperkirakan membutuhkan setidaknya 200.000 tenaga kerja yang memiliki kompetensi di industri perbankan dan keuangan syariah. Di beberapa negara bahkan telah diterapkan sertifikasi Islamic Finance Qualification (IFQ) yang dikeluarkan oleh Inggris, Libanon, Bahrain, Dubai, dan Malaysia.

Kedua, pemahaman masyarakat terhadap instrumen perbankan dan keuangan syariah yang relatif rendah. Gres! diharapkan dapat mendorong penetrasi informasi kepada masyarakat luas atas manfaat ekonomi syariah dan mendorong penggunaan instrumen-instrumen ekonomi syariah.

Ketiga, masih terbatasnya perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam akibat kelangkaan ahli-ahli di bidang ini. Keempat, koordinasi kelembagaan yang mengatur industri perbankan dan keuangan nasional yang masih relatif terbatas. Kehadiran OJK diharapkan mampu membenahi dan meningkatkan koordinasi kelembagaan serta mendorong perkembangan ekonomis syariah di Indonesia.

Yang terakhir, pengembangan ekonomi syariah memerlukan keterpaduan seluruh pihak baik industri, pemerintah, ataupun masyarakat.

Prof Firmanzah PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

(Martin Bagya Kertiyasa)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement