JAKARTA - Pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 6,4 persen. Hal tersebut memperhatikan kondisi eksternal dan perkembangan ekonomi domestik tersebut, serta sasaran RPJMN 2010-2014.
"Pertama, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 diharapkan mencapai 6,4 persen," ujar Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, saat pembacaan Nota Keuangan di DPR RI, Jakarta, Jumat (16/8/2013).
Kedua, lanjut SBY, asumsi mengenai inflasi dengan melaksanakan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, disertai upaya untuk tetap menjamin kelancaran dan ketersediaan kebutuhan masyarakat, serta kebijakan ketahanan pangan. Maka laju inflasi pada 2014 akan dijaga pada kisaran 4,5 persen.
"Ketiga, asumsi nilai tukar rupiah, melalui kebijakan moneter yang berhati-hati, kita menjaga stabilitas ekonomi dan stabilitas tingkat nilai tukar rupiah yang realistis. Untuk tahun 2014, kita menggunakan asumsi rata-rata nilai tukar adalah Rp9.750 per USD," ujar SBY.
Sedangkan untuk asumsi suku bunga, pemerintah terus menjaga kesehatan fundamental ekonomi dan fiskal, agar instrumen Surat Utang Negara tetap memiliki daya tarik yang tinggi bagi investor. "Terkait dengan hal itu, asumsi rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, disusun pada tingkat 5,5 persen," ujar SBY.
Untuk Asumsi harga minyak mentah, SBY mempertimbangkan berbagai faktor utama, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia sebesar USD106 per barel.
"Keenam, asumsi lifting minyak mentah dan lifting gas bumi, Beberapa tahun terakhir ini, kapasitas produksi kedua sumber daya alam itu menunjukkan penurunan, terutama disebabkan faktor usia sumber yang semakin kurang produktif, namun Pemerintah terus berupaya untuk mengatasinya," ujar SBY.
SBY mengatakan, pada tahun 2014, pemerintah memperkirakan lifting minyak mentah mencapai 870 ribu barel per hari, sementara lifting gas bumi mencapai 1.240 ribu barel setara minyak per hari.
(Widi Agustian)