PERKEMBANGAN proyek transportasi massal, terutama di DKI Jakarta dan sekitarnya, membuat banyak pengembang mulai menyematkan proyek propertinya dengan konsep transit oriented development (TOD).
Hal itu wajar saja, tapi jangan sampai hanya gimmick untuk menarik konsumen. Kawasan hunian berbasis TOD atau konsep pengembangan properti yang terintegrasi dengan jaringan transportasi publik semakin menjadi primadona di industri properti. Hal itu tak terlepas dari maraknya pembangunan infrastruktur dan sistem transportasi massal yang semakin memudahkan mobilisasi masyarakat.
Pembangunan sistem terpadu ini diharapkan mampu mengubah kehidupan masyarakat, yang selama ini menggunakan kendaraan pribadi, beralih naik transportasi umum. Dampaknya, belakangan banyak pengembang properti yang mulai membangun proyek hunian dengan konsep TOD yang terintegrasi dengan akses ke transportasi umum serta dilengkapi jaringan pejalan kaki atau sepeda.
Baca Juga: Konsep TOD Jadi Penggerak Aktivitas Pasar Properti
Tidak hanya itu, kawasan TOD menggunakan pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dengan memperhatikan jarak dan waktu tempuh yang nyaman bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas kerja dan lainnya.
Menurut Ketua Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) DKI Jakarta bidang Properti dan Permukiman Meyriana Kesuma, sejatinya konsep TOD merupakan integrated land use seperti perumahan dan komersial dengan transportasi massal. Saat ini, lanjut dia, konsep TOD yang sedang banyak dipakai pengembang belum jelas arahnya karena belum ada sistem transportasi kota secara umum yang terintegrasi.
Kalaupun sudah ada proyek properti yang diklaim mengusung konsep ini, tentu harus dilihat lebih seksama, benar atau tidak terintegrasi dengan transportasi massal. “Jangan hanya menjual properti yang dekat stasiun atau terminal saja. Dekat pun ukurannya relatif. Jadi, memang lebih banyak untuk marketing gimmick saja,” ujar Meyriana.
Meski begitu, tutur Meyriana, sah saja apabila pengembang mengambil jalan seperti itu, membangun properti yang dekat dengan transportasi massal. Namun yang terpenting harus dilakukan adalah menjamin keberpihakan publik atas penyediaan hunian terjangkau bagi masyarakat kelas menengah bawah, fasilitas publik seperti jalur pedestrian hingga ruang terbuka hijau (RTH).