Rentan Miskin
Meski tingkat kemiskinan telah menyentuh satu digit, yang juga patut menjadi perhatian adalah persentase penduduk yang tidak terkategori miskin dengan kondisi ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin ternyata masih cukup tinggi. Mereka sangat rentan untuk terjerumus ke dalam kemiskinan jika sewaktu-waktu terjadi gejolak ekonomi atau karena kebijakan tidak populis yang memukul daya beli masyarakat kecil seperti kenaikan harga BBM dan pencabutan subsidi listrik.
BPS mencatat sekitar 64,9 juta orang atau sekitar seperempat dari total jumlah penduduk Indonesia pada Maret 2017 termasuk rentan miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan tidak lebih dari 1,6 kali garis kemiskinan.
Jumlah penduduk hampir miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah 1,2 kali garis ke miskinan, bahkan mencakup se kitar 7,8% dari total penduduk (20,5 juta orang). Jika merujuk pada data Bank Dunia, hanya 30% penduduk Indonesia yang benar-benar aman dari kemiskinan (eco - nomically secure and middle class) pada 2015.
Selain itu, proporsi penduduk rentan miskin, yakni mereka yang memiliki pengeluaran per kapita per hari se besar USD3,1- USD5,5, mencapai sekitar 40% dari total penduduk. Patut diperhatikan, ukuran kemiskinan yang digunakan Bank Dunia adalah dolar Ame rika Serikat (AS) dalam paritas daya beli (purchasing power parity/PPP).
Karena itu, konversi ukuran tersebut ke dalam rupiah tidak bisa menggunakan nilai tukar dolar AS ter - hadap rupiah di pasar uang (exchange rates). Sebagai gambaran, garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD1,9 per hari setara dengan Rp9.080,8 per hari. Terlepas dari ukuran kemiskinan yang digunakan, salah satu dimensi penting dari kemiskinan di Tanah Air adalah masih tingginya jumlah pen du - duk rentan miskin.
Taraf hidup mereka masih harus ditingkatkan melalui instrumen kebijakan dan program-program pembangunan yang berpihak pada masyarakat kecil.
Faktanya, lebih dari separuh total jumlah penduduk rentan miskin merupakan masyarakat perdesaan. Karena itu, pengembangan daerah perdesaan yang menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur perdesaan harus menjadi prioritas pemerintah. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan produktivitas masyarakat perdesaan, khususnya di sektor pertanian yang merupakan corak utama perekonomian perdesaan.
Kita boleh bangga dengan tingkat kemiskinan yang telah menyentuh satu digit. Namun, di balik itu, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang mesti dibereskan, yakni disparitas tingkat kemiskinan antar wilayah yang sangat tinggi dan besarnya proporsi penduduk rentan miskin.
Selain itu, 26 juta jiwa penduduk miskin bukanlah jumlah yang sedikit. Angka ini hanya berselisih tipis dengan populasi Australia yang mencapai 24 juta jiwa. Karena itu, pemerintah jangan cepat berpuas diri.
(feb)
(Rani Hardjanti)