Dia mengatakan, penguasaan 51% saham Freeport akan memberikan beberapa manfaat ekonomi, di antaranya peningkatan pendapatan dari dividen, pendapatan pajak dan royalti yang akan ditentukan dari besaran pendapatan tahun berjalan PTFI.
Berdasarkan laporan keuangan 2017 yang telah diaudit, PTFI membukukan Earning After Tax (EAT), pendapatan setelah dikurangi pajak, sebesar USD4,44 miliar. Dengan EAT sebesar itu, kata dia, jangka waktu pengembalian pengeluaran divestasi saham USD3,85 miliar diperkirakan terpenuhi selama tiga tahun.
“Penguasaan mayoritas 51% saham Freeport itu tidak hanya menandai awal pengembalian Freeport kepada negara, tetapi juga mengembalikan kedaulatan energi. Selain itu penguasaan 51% saham Freeport juga akan memberikan manfaat ekonomi dan finansial yang dapat di pergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” kata dia.
Perlu Kesiapan Teknologi
Langkah pemerintah mengakui sisi mayoritas saham PT Freeport Indonesia (PTFI) lewat PT Inalum (Persero) dari sebelumya 9,36% menjadi 51,23% mendapatkan apresiasi dari Ketua DPR Bambang Soesatyo .
Bamsoet—sapaan akrab Bambang Soesatyo— mengatakan akan mendorong Komisi VII DPR untuk meminta Kementerian ESDM mempersiapkan alih teknologi guna mengimbangi divestasi saham sebesar 51,23%.
Selain itu pihaknya juga meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) Papua agar masyarakat Papua dapat memperoleh manfaat maksimal dari perolehan saham PTFI sebesar 10%.
“Kepada Pemda Papua juga kami imbau agar memberikan sosialisasi, mempersiapkan/mem fasilitasi, dan memberikan dukungan anggaran kepada seluruh putra-putri terbaik Papua agar dapat menguasai tek nologi, guna meningkatkan peran masyarakat Papua dalam mengelola manajemen PTFI,” tutur Bamsoet di Jakarta.
Sehari sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan, kesepakatan divestasi saham tersebut akan mengamankan penerimaan negara. Dia memperkirakan, sampai dengan 2026, pemerintah diyakini akan menerima penghasilan dari pajak penghasilan (PPh) mencapai USD7,4 miliar atau setara Rp103,6 triliun. (Nanang Wijayanto/Abdul Rochim)
(Dani Jumadil Akhir)