JAKARTA - Revolusi industri 4.0 menjadi isu yang penting dalam peningkatan daya saing Indonesia. Era industri 4.0 menawarkan perkembangan teknologi yang maju pesat, namun sayangnya juga menggantikan peran tenaga kerja manusia dengan mesin. Padahal, lapangan kerja tetap dibutuhkan untuk bisa tetap menyerap tenaga kerja.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai permasalahan ini harus menjadi pembahasan dalam debat calon presiden dan calon wakil presiden putaran kelima pada 13 April 2019. Kedua pasangan calon (paslon) harus mampu menawarkan solusi hadirnya industri 4.0.
"Yang terus dibahas kedua capres masalah industri 4.0, itu memang untuk meningkatkan daya saing. Tapi bagaimana bisa mengoptimalkan kebijakan terkait industri 4.0 supaya tetap bisa menyerap tenaga kerja," katanya diskusi ekonomi di Hongkong Cafe, Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Baca Juga: Aspek Teknologi Industri Kelapa Sawit Harus Berbenah
Dia menjelaskan, tren beberapa tahun terakhir menunjukkan jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur terus mengalami penurunan. Kata dia, saat ini lebih banyak tenaga kerja yang masuk ke sektor pekerjaan informal, sedangkan di sektor formal mengalami penurunan.
"Dari sisi tenaga kerja, itu sebagian besar di sektor formal. Jadi kalau mengalami penurun share-nya dari sisi penyerapan tenaga kerja, berarti yang turun adalah penciptaan tenaga kerja formal, padahal yang diharapkan (berkurang) dari informal," ujarnya.
Baca Juga: Tak Lagi Minimalis, Begini Desain Bangunan di Era Arsitektur 4.0
Di sisi lain, adanya fenomena tingginya pengangguran didominasi tingkat pendidikan tinggi yakni setara sarjana. Oleh sebab itu, permasalahan tenaga kerja di era industri 4.0 ini harus di Jawa oleh masing-masing paslon.
"Jadi bagaimana bisa menjawab tantangan ini. Karena kalau tidak hati-hati ini akan terus menekan penyerapan (tenaga kerja) industri manufaktur dan tidak menjawab kebutuhan penciptaan lapangan kerja untuk tenaga kerja pengangguran yang saat ini meningkat di level pendidikan yang tinggi," ujarnya.
(Feby Novalius)