JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini menunjukkan perubahan sebesar 1,28% ke level 6.319,46 dari 6.401,08 pada penutupan pekan lalu.
Awal pekan kedua bulan kelima, pergerakkan IHSG masih terlihat terkonsolidasi dalam rentang yang wajar. “Namun, peluang IHSG untuk segera kembali mencetak rekor tertingginya masih terbuka lebar,” kata Direktur PT Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya di Jakarta.
Hal ini tentu ditunjang oleh stabilnya kondisi perekonomian dalam negeri serta rilis kinerja emiten sepanjang kuartal pertama 2019 yang memberikan hasil cukup baik. Selain itu, jelang rilis data perekonomian pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kepercayaan konsumen, juga turut mewarnai pola gerak IHSG dalam beberapa waktu mendatang.
Baca Juga: IHSG Ditutup Anjlok ke 6.319
“Hari ini IHSG berpotensi menguat,” ungkap dia. Adapun saham yang direkomen dasikan Indosurya Sekuritas di antaranya HMSP, SMRA, dan CTRA. Analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama menuturkan, berdasarkan daily pivot dari Bloomberg, support pertama maupun kedua memiliki range di level 6.264,599 hingga 6.209,740.
Sementara resistance pertama maupun kedua memiliki range level 6.370,969 hingga 6.422,480. Berdasarkan indikator, Moving Average Convergence Divergence (MACD) masih berada di area negatif.
Sementara terlihat bahwa Stochastic dan Relative Strength Index (RSI) ber gerak menurun menuju ke area oversold. Meski demikian, terlihat pola hammer candle yang mengindikasikan adanya potensi rebound pada pergerakan IHSG sehingga berpeluang menuju ke area resistance.
Kepala Makro Ekonomi dan Direk tur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat menuturkan, ada peluang Bank Indonesia (BI) akan melonggarkan liku i di tas termasuk melalui penurunan suku bunga bila The Fed memang tidak lagi menaikkan bunga.
Selain itu, alokasi arus modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) diperkirakan akan lebih besar ketimbang pasar modal. “Investor asing memanfaatkan imbal hasil SBN yang masih relatif tinggi sejalan dengan penurunan yield T-Bond dan peluang penguatan rupiah hingga akhir tahun,” ujar Bu di.
Apalagi risiko kelebihan penawaran SBN relatif terbatas, mengingat pemerintah lebih awal menerbitkan (frontloading) jelang akhir tahun lalu. Menurut dia, semarak pada pasar SBN menjadi semacam prasyarat peluang kenaikan di pasar saham yang juga menunggu penguatan daya beli.
Budi pun memproyeksikan, imbal hasil saham selama tahun 2019 sejalan dengan pertumbuhan laba perusahaan sebesar 10-12% sehingga IHSG berpeluang ditutup di level 6.800-6.900 pada akhir tahun.