JAKARTA - Revolusi industri 4.0 memaksa banyak sektor bisnis untuk beradaptasi dengan teknologi informasi, tak terkecuali bisnis ritel. FamilyMart, pelaku bisnis ritel dengan model convenience store terbesar di Indonesia, pun mengedepankan teknologi dalam pengembangan bisnis perusahaan.
Tahun 2019, FamilyMart meluncurkan tiga inovasi di bidang teknologi yang seluruhnya bertujuan untuk memudahkan konsumen dan penerapan cashless di tengah masyarakat. Tiga inovasi tersebut dinamai digital service, dan diklaim sebagai yang pertama di Asia bahkan Jepang sebagai pemilik brand FamilyMart, belum menerapkan sistem tersebut.
“Apasih digital service itu? Ada tiga. Pertama ordering kiosk, kedua mobile app FamilyMart, dan self service payment,” ujar CEO FamilyMart Indonesia, Wirry Tjandra saat berbincang dengan Okezone, di gerai FamilyMart Wisma Nusantara, Jakarta.
Ordering kiosk merupakan layanan pemesanan makanan dan minuman melalui layar yang terdapat di gerai FamilyMart. Dengan sistem ini, pelanggan mendatangi counter pengambilan hanya untuk mengambil pesanan. Kemudian mobile app FamilyMart, membantu pelanggan untuk melakukan pemesanan melalui jarak jauh, baik itu dari rumah maupun kantor. Pelanggan tinggal menentukan gerai dan kapan pesanan akan diambil. Sedangkan self service payment, bagian dari mobile app FamilyMart yang berfungsi untuk men-scan barcode setiap produk groseri. Jadi, pelanggan bisa men-scan produk yang dibeli secara langsung tanpa harus ke kasir.
“Seluruhnya sistem tersebut terintegrasi dengan pembayaran virtual. Jadi semuanya cashless. Itu yang membuat sistem ini istimewa. Apalagi, dengan cashless, pelanggan berkesempatan mendapat cashback dari digital payment,” terang Wirry.
Wirry menuturkan, sebagian besar gerai FamilyMart berada di kawasan perkantoran. Para pelanggannya kebanyakan pegawai yang berpacu dalam waktu. Itulah sebabnya penerapan teknologi sangat dibutuhkan agar proses pemesanan menjadi lebih cepat dan efisien. “Orang-orang office ini kan enggak bisa lama menunggu. Semua mesti cepat. Jadi ini sebagai langkah antisipasi agar tidak terjadi antrean di kasir,” tambah Wirry.
Sudah 10 persen dari 140 gerai FamilyMart di Jabodetabek menggunakan sistem digital service. Targetnya, hingga akhir tahun seluruh gerai sudah terkoneksi dengan sistem tersebut. Bahkan, nantinya gerai baru sekalipun harus sudah terkoneksi. Untuk diketahui, FamilyMart menargetkan pembukaan 170 gerai hingga akhir 2019.
Penerapan teknologi dalam proses bisnis bukan tanpa tantangan. FamilyMart harus melakukan sosialisasi mengenai sistem tersebut ke pelanggan yang datang ke gerai. Butuh waktu satu sampai dua minggu untuk mengedukasi pelanggan agar terbiasa menggunakan digital service. Kendala lainnya, adalah sinyal internet yang kadang sulit menjangkau gerai FamilyMart.
“Ada beberapa gerai kita yang lokasinya di basement. Kita mengakalinya dengan menyediakan wifi ke pelanggan. Kita optimis, kalau mereka puas, mereka akan menyampaikan ke yang lain,” ujar Wirry.
Wirry yang pernah menjabat sebagai Direktur Marketing PT Hero Supermarket termasuk lihai mengelola FamilyMart. Masuk Indonesia sejak 2012, FamilyMart mampu bertahan sementara pelaku bisnis serupa berguguran tahun lalu, salah satunya Seven Eleven.
“Kuncinya kami benar-benar penuhi kebutuhan konsumen. Konusmen butuh apa, kami ikutan. Konsumen Indonesia butuh kopi harga 12 ribu, kami beri dengan harga segitu dan rasanya setara kopi dari brand terkenal,” terangnya.
Pekerja asli Indonesia dan anak muda
Sistem digital service yang diterapkan FamilyMart memang mengundang decak kagum. Apalagi, perusahaan mengklaim inovasi mereka merupakan yang pertama di Asia. Rupanya, di balik sistem tersebut adalah anak-anak muda Indonesia yang berkerja di FamilyMart.
“Semua kita yang bangun, karyawan kita, pekerja asli Indonesia dan semuanya anak muda,” ujar Wirry seraya tertawa.
Menurut Wirry, atmosfer di ruang kerja FamilyMart memang bergaya anak muda. Saat ini tengah dibangun tempat bersantai di area kantor, yang tujuannya agar para pekerja leluasa dalam berkreasi dan berinovasi. “Kalau kita mengikuti gaya lama, susah mengikuti perkembangan saat ini,” imbuhnya.
FamilyMart memperkerjakan sekitar 1.500 pekerja dari berbagai latar pendidikan. Sementara produk yang mereka jual mencapai 3.000 jenis dari sekitar 1.000 supplier. Dari 1.000 supplier tersebut, 5 persen di ataranya merupakan pelaku usaha kecil menengah (UKM). Wirry mengaku perusahaan berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian dengan menggandeng banyak UKM tanah air.
“Banyak UKM yang coba kami bantu. Kami ajari packing agar lebih menarik. Mereka juga kami beri kemudahan dengan cukup mengantar barang ke satu gerai saja, karena kami yang akan mendistribusikan ke gerai lain. Jadi memang niatnya membantu perekonomian Indonesia. Untuk sukses bareng,” pungkasnya.
(Risna Nur Rahayu)