JAKARTA - Mata uang China kini telah mencapai titik terendah selama lebih dari satu dekade sehingga Amerika Serikat (AS) memberikan predikat kepada pemerintah Cina sebagai manipulator mata uang.
Pemberian cap itu akan menambah ketegangan antara dua raksasa ekonomi dunia.
Amerika Serikat memberikan predikat kepada China pada Senin (05/08), setelah mata uang China turun di bawah angka tujuh untuk setiap dolar AS untuk pertama kalinya sejak 2008.
Baca juga: Perang Dagang AS-China Memanas Terbitlah Perang Mata Uang
Beijing sebelumnya berusaha keras mencegah mata uangnya turun ke bawah tingkat simbolis.
Eskalasi perang dagang, yang dipicu oleh ancaman baru penerapan tarif oleh AS, dianggap menjadi pendorong perubahan kebijakan.
Mengutip BBC Indonesia, Jakarta, Sabtu (10/8/2019), pada Senin 5 Agustus 2019, Bank Rakyat China sebagai bank sentral mengatakan penurunan tajam yuan disebabkan oleh "tindakan sepihak dan proteksi perdagangan dan pemberlakuan kenaikan tarif terhadap China".
Baca juga; Sehari Setelah Anjlok, Yuan Stabil Terhadap Dolar
Perkembangan ini terjadi setelah Presiden Donald Trump mengatakan ia akan memberlakukan tarif 10% bagi barang-barang China senilai USD300 miliar, yang sejatinya mengenakan pajak bagi semua barang dari China yang masuk ke AS.
Bagaimana China menurunkan mata uangnya?
Yuan bukanlah mata uang yang bebas dijuarbelikan dan pemerintah Cina membatasi pergerakannya terhadap dolar AS.
Baca juga: Trump Pertahankan Sikap Terkait Perdagangan dengan China
Tidak seperti bank sentral pada umumnya, Bank Rakyat China tidak independen dan dilaporkan mendapat campur tangan ketika nilai mata uang yuan mengalami gejolak.
Ekonom senior masalah China di Capital Economics, Julian Evans-Pritchard mengatakan dengan cara mengaitkan devaluasi yuan dengan ancaman tarif terbaru, bank sentral China "sebenarnya mempersenjatai nilai tukar, sekalipun tidak secara proaktif memperlemah mata uang melalui campur tangan langsung".
Apa dampak dari yuan yang lemah?
Yuan yang lemah membuat barang-ekspor China lebih kompetitif, atau lebih murah jika dibeli dengan mata uang asing.
Dari kaca mata Amerika Serikat, hal itu dianggap sebagai upaya untuk mengimbangi dampak dari penerapan tarif yang lebih tinggi terhadap barang-barang China yang masuk ke Amerika Serikat.
Meskipun tampak menguntungkan bagi konsumen di seluruh dunia - yang sekarang dapat membeli produk China dengan harga lebih murah - devaluasi menyebabkan risiko-risiko lain.
Melemahnya yuan juga akan membuat impor ke China lebih mahal, berpotensi mendongkrak inflasi dan memberikan tekanan lebih lanjut kepada ekonomi yang memang sudah melambat, dan sekaligus mendorong para pemegang mata uang untuk menggunakan uangnya membeli aset-aset lain.