JAKARTA - Kepala PPATK Dian Ediana Rae meminta agar penyidik yang tersebar baik di pusat maupun di berbagai daerah hukum di wilayah Republik Indonesia perlu meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan di bidang penanganan tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang.
Keterlibatan penyidik dalam berbagai forum diskusi dan ilmiah perlu terus didorong untuk memperluas wawasan dan pengetahuan penyidik sehingga mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki.
Permasalahan keterbatasan kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang telah selesai dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUUXIX/2021 pada tanggal 29 Juni 2021.
"Putusan progresif MK sangat penting dalam rangka optimalisasi penyelamatan aset (asset recovery) hasil kejahatan yang berasal dari tindak pidana kehutanan, tindak pidana lingkungan hidup, tindak pidana kelautan dan perikanan, dan seluruh tindak pidana asal dengan motif ekonomi lainnya,” kata Dian dalam acara workshop mengenai Penguatan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021, Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Di samping itu, putusan tersebut merupakan kesempatan besar bagi penyidik dalam mengungkap skema kejahatan yang lebih luas, termasuk di dalamnya tindak pidana pencucian uang dan mengungkap pelaku intelektual dari tindak pidana serta menjangkau hasil kejahatan yang lebih besar sehingga proses asset recovery bisa lebih optimal.
Kepala PPATK mengingatkan sesuai dengan kesepakatan dalam Komite TPPU, semua Aparat Penegak Hukum, termasuk PPNS perlu memperbaiki governance penanganan Tindak Pidana Ekonomi dengan cara membangun administrasi hukum dan statistik yang baik, antara lain dengan mengadministrasikan penerimaan kasus, dan penanganan kasus (berapa kasus yang diterima, berapa kasus yang diselesaikan, berapa kasus yang tidak dapat ditindaklanjuti, dan jangka waktu penyelesaian kasus).
Kini kejahatan TPPU dan TPPT bersifat kompleks, terorganisasi dan bersifat lintas batas yurisdiksi memerlukan pola penanganan terpadu yang melibatkan berbagai kementerian/lembaga.
Sehingga seluruh pemangku kepentingan perlu bersamasama untuk meninjau kembali berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang dan peraturan teknis yang dimiliki oleh masing-masing kementerian/lembaga untuk menciptakan sinkronisasi dan harmonsasi di bidang regulasi sehingga terwujud pola penanganan perkara pidana yang terpadu, efektif, dan berdaya guna.