JAKARTA – Pabrik baja teknologi tinggi, Hot Strip Mill 2 (HSM 2) milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk telah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
HSM 2 milik PT Krakatau Steel dibangun sejak tahun 2016. Hot Strip Mill 2 dari PT Krakatau Steel ini merupakan teknologi modern dan terbaru di industri baja.
Berikut fakta mengenai pabrik industri baja teknologi tinggi dunia yang ada di Indonesia, Senin (27/9/2021).
1. Baru Ada Dua di Dunia
Jokowi mengatakan bahwa pada Hot Strip Mill 2 dari PT Krakatau Steel ini menggunakan teknologi modern dan terbaru di industri baja. Bahkan hanya ada dua di dunia.
Baca Juga: Potret Presiden Jokowi Jadi 'Sopir' Menko Luhut hingga Erick Thohir
“Pertama di Amerika Serikat dan yang kedua di Indonesia yaitu di Krakatau Steel. Tadi saya sudah melihat ke dalam proses produksinya dan betul-betul memang teknologi tinggi,” ungkapnya.
2. Investasi Mencapai Rp7,5 Triliun
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim buka-bukaan soal kecanggihan pabrik hot strip mill 2 yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan investasi mencapai USD521 juta atau sekitar Rp7,5 triliun.
Baca Juga: 5 BUMN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA hingga S2, Cek di Sini
3. Kapasitas Produksi Besar dan Berkualitas
Mantan Walikota Solo itu menyebut bahwa pabrik ini memiliki kapasitas produksi hot rolled coil (HRC) sebesar 1,5 juta ton per tahun. Dimana ini merupakan pabrik pertama di Indonesia yang mampu menghasilkan HRC kualitas premium.
“Produksinya ini akan terus kita tingkatkan hingga nanti mencapai 4 juta ton per tahun,” tuturnya.
4. Menghemat Devisa Rp29 Triliun Per Tahun
Jokowi berharap bahwa adanya pabrik ini dapat menekan impor baja di Indonesia. Hal ini mengingat selama lima tahun terakhir kebutuhan baja Indonesia meningkat hingga 40%.
“Dan dengan beroperasinya pabrik ini kita akan dapat memenuhi kebutuhan baja dalam negeri. Jadi tidak ada lagi impor-impor yang kita lakukan. Ini yang kita harapkan. Sehingga sekali lagi akan menekan impor baja negara saat ini yang berada pada peringkat kedua komoditas impor Indonesia. Sehingga kita harapkan nanti bisa menghemat devisa Rp29 triliun per tahun. Ini angka yang sangat besar sekali,” pungkasnya.
(Feby Novalius)