"Secara aturan kami tidak boleh overkuota, tapi mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik bagi masyarakat apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri maka kita menaikkan (suplai)," kata Nicke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada Selasa (29/03).
Tidak ada data yang menunjukkan berapa jumlah angkutan yang menggunakan solar di Indonesia, tetapi asosiasi logistik menyatakan mayoritas kendaraan logistik dan bus memanfaatkan solar bersubsidi.
Data BPH Migas menunjukkan realisasi konsumsi solar di Indonesia kembali meningkat, setelah sempat menurun pada 2020 lalu begitu terhentinya aktivitas ekonomi akibat pandemi.
Sementara itu, pengamat dari Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan berapa pun kuota solar subsidi ditambah tidak akan cukup apabila penindakan terhadap penyelewengan solar bersubsidi di lapangan masih lemah.
Mengantre hingga enam jam demi solar
Di sejumlah daerah, termasuk Aceh, kelangkaan terlihat dari antrean panjang di stasiun pengisian bahan bakar minyak.
Seorang sopir bus bernama Lifandi, 26, mengatakan berkeliling ke sejumlah SPBU di Banda Aceh pada Selasa pagi (29/03) untuk mencari stok solar.
"Saya antre sejak dari tadi pagi. Di Banda Aceh hampir semua SPBU antre enggak ada solar, di SPBU ini pun kalau masih ada," kata Lifandi kepada wartawan Hidayatullah yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Lifandi tidak tahu harus berapa lama dia mengantre pada saat itu. Sehari sebelumnya, dia juga telah mengantre selama enam jam demi mendapat solar.
Lamanya waktu antre membuat jadwal keberangkatan bus yang ia kemudikan pun terganggu.
"Apalagi kami bawa orang, harus sampai jam 12 tapi enggak sampai target, akhirnya orang enggak puas kan," ujar dia.