JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pembangunan sektor keuangan menjadi syarat yang wajib dan perlu bagi Indonesia untuk bisa mencapai status high-income country atau negara berpendapatan tinggi.
Namun, dia menyebutkan ada satu masalah utama yang membayangi sektor ini.
Dia menegaskan, sektor keuangan Indonesia masih dangkal. Lebih dari Rp12.000 triliun aset di sektor keuangan di Indonesia, hampir separuhnya didominasi perbankan.
"Gak ada yang salah sih perbankan banyak, tetapi itu tidak menggambarkan keseluruhan kebutuhan untuk menciptakan financial intermediary yang makin diverse," ujar Sri dalam Sosialisasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Dia mengatakan, lembaga keuangan non bank masih tertinggal jauh. Intermediasi antara mereka yang sudah middle income household yang mau melakukan saving, dengan bagaimana saving itu ditaruh dalam bentuk berbagai instrumen investasi masih terbatas dan aturan regulasinya banyak yang tertinggal.
"Jadi kalau kita mau berbicara indikator sukses, ya pada saat 2045 atau menuju 2045, sektor keuangan itu harus makin advanced dan makin dalam, makin likuid, diverse. Kedalaman itu berbicara soal volume, seperti total aset terhadap PDB. Kalau berbicara soal pensiun, penetrasinya dalam perekonomian masyarakat kita, lalu dari sisi fintech, dilihat dari sisi keberadaan perannya dan literasi dari masyarakat," ungkap Sri.
Dia menyebut, indikator suksesnya akan tampak dari volume yang menggambarkan deepening (pendalaman) dan diversitas dari instrumennya, kedewasaan dari institusi pelaku usaha maupun regulatornya.
"Karena nggak mungkin regulatornya advanced pelaku usahanya ketinggalan, atau sebaliknya, pelaku usahanya sudah advanced, regulatornya ketinggalan. Pasti nanti akan terjadi koreksi yang tidak menyenangkan," tambah Sri.
Dan juga dari sisi perlindungan terhadap konsumen, dalam UU P2SK sangat banyak disebutkan mengenai literasi.
Jika berbicara soal literasi perbankan, menurutnya barangkali itu sudah yang paling tinggi karena porsinya paling tinggi dalam total aset keuangan di Indonesia, tapi itu pun masih di bawah 50%. Fintech sebagai industri keuangan dengan teknologi digital, literasinya itu hanya 10%.
(Taufik Fajar)