Harta Karun Panas Bumi RI Mau Dikembangkan, Begini Caranya

Nurul Amirah Nasution, Jurnalis
Senin 15 Januari 2024 18:05 WIB
Harta karun panas bumi di RI (Foto: Okezone)
Share :

 

JAKARTA - Harta karun panas bumi di Indonesia bisa dikembangkan secara optimal. Terlebih lagi, Indonesia menyimpan banyak cadangan panas bumi, bahkan negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Namun hingga kini pengembangannya masih belum maksimal karena berbagai faktor.

Berdasarkan proyeksi bauran energi dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) penggunaan panas bumi adalah sebesar 5%. Ini tentu angka besar mengingat kebutuhan energi yang terus tumbuh dan besar di masa yang akan datang.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan dengan proyeksi sebesar itu sementara realisasi penggunaan pnnas bumi baru 3.000 Megawatt (mw) dari total potensi mencapai 24.000 mw, ada banyak pekerjaan yang menanti pemerintah dan para stakeholder. Karena itu, perlu ada penetrasi untuk akselereasi kemampuan Indonesia dalam implementasi panaas bumi.

“Bisa dibayangkan panas bumi yang banyak belum dikembangkan itu berkontribusi 5% di tahun 2060 dalam bauran energi secara keseluruhan maka kita ingin jika tidak mampu akselerasi panas bumi secara penuh itu akan jadi pekerjaan rumah 2060 agar panas bumi bisa terpenuhi,” jelas Satya, Jakarta ,Senin (15/1/2024).

Satya menuturkan ada beberapa langkah untuk mempercepat monetisasi potensi panas bumi pertama adalah harga panas bumi harus disesuaikan dengan keekonomian proyek. Tarif yang meluncur sesuai dengan keekonomian proyek (feed in tariff berdasarkan lokasi jaringan), terjangkau dari segi harga rata-rata bauran energi. tidak membandingkan harga satu jenis energi dengan jenis energi lain yang tidak apple to apple.

Selain itu, lanjut dia, perizinan harus ada keselarasan peraturan di tingkat yang lebih tinggi (Peraturan Presiden Percepatan Pembangunan Panas Bumi terkait izin AMDAL, izin kehutanan (IPPKH/IPJLPB), dan perizinan sumber daya alam.

Menurut Satya, sebaiknya terdapat penggantian biaya infrastruktur sebagai kompensasi atas kewajiban perpajakan khususnya yang bersifat sosial, risiko eksplorasi ditanggung pemerintah (risk mitigation), internalisasi biaya lingkungan (carbon tax). Perpajakan yang dikenakan adalah hanya menanggung pajak badan (20%) dan menerapkan tax holiday serta insentif pajak lainnya.

Selain itu, perlu adanya jaminan keuntungan ekonomi yang wajar terkait dengan alokasi risiko, yaitu pembagian risiko antara PLN sebagai off taker (menjadi tarif kompetitif) dan pengembang yang mempunyai risiko (menjadi tarif menarik), memastikan perlindungan tingkat IRR sesuai dengan usulan berdasarkan perhitungan feed in tariff.

"Agar pengeboran lebih efisien, diusulkan untuk membentuk konsorsium/koperasi rig khusus panas bumi. Serta untuk meningkatkan nilai keekonomian, diharapkan efisiensi biaya dan insentif (antara lain tax Allowance) untuk optimalisasi tarif diharapkan lebih kompetitif," jelas Satya.

Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi mengatakan, masalah yang dihadapi oleh pengembangan panas bumi di tanah air tidak berubah dan berkutat pada masalah yang itu saja. Berbagai upaya yang sudah ditempuh belum bisa memberikan hasil yang optimal.

"Masalah komersialisasi dan kepastian. Kebijakan harus pas untuk kurangi risiko panas bumi," ujarnya.

Untuk itu API kini memiliki pendekatan baru sehingga bisa meminimalkan berbagai kendala tersebut utamanya adalah kolaborasi yang wajib dilakukan antara badan usaha serta stakeholders lain seperti pemerintah.

Selanjutnya adalah business model yang perlu diperbarui kemudian, penggunaan teknologi sehingga mampu mempercepat Commercial of Date (CoD) proyek panas bumi serta ada pengembangan secondary product seperti hidrogen.

Selama ini, lanjutnya, isunya adalah Affordability. Banyak insentif yang dibahas, tapi bukan baru, ini sudah ada dari dulu. API mengambil sudut pandang ada kebijakan transisi, teknologi, secondary product, harus didorong, business model update harus terjadi teknologi apa yang bisa lebih cepat, yang bisa secondary product.

“Kolaborasi dengan pemerintah PLN bicara mana insentif paling perlu. Pemerintah serius tapi harus duduk bersama," jelasnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya