JAKARTA - Indonesia butuh capital expenditure (capex) atau belanja modal untuk membiayai program transisi energi hingga USD85 miliar atau setara Rp 1.377 triliun (kurs Rp 16.200). Pasalnya, transisi energi menjadi program terbesar dan terpanjang sepanjang sejarah Indonesia.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, transisi energi dengan nilai capex sebesar Rp1.377 triliun hanya bisa diselesaikan hingga 25 tahun mendatang.
Karena itu, dia memastikan pemerintah melalui Kementerian BUMN dan kementerian terkait melakukan review setiap tahunnya. Tujuannya, pastikan program transisi energi ini berjalan dengan baik atau sesuai dengan target net zero emission hingga 2060.
“Ini program sangat luas dan lebar, saya rasa ke depan impact ekonomi luar biasa, kita menghitung capex dibutuhkan USD85 miliar, secara total,” ujar Tiko saat gelaran BUMN Forum 2024, ditulis Kamis (2/5/2024).
“Jadi ini merupakan program mungkin terpanjang dan terbesar di negara kita, program ini akan berjalan hampir 25 tahun ke depan,” paparnya.
Meski membutuhkan anggaran bernilai fantastik, program transisi energi diyakini mampu memberikan dampak ekonomi yang besar, terutama menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia.
Untuk merealisasikan ambisi tersebut, kerja-kerja tidak saja dilakukan perseroan pelat merah, namun juga oleh swasta. Tiko menyebut sudah ada pembagian tugas antara pemerintah pusat, BUMN, dan swasta.
Kita ingin membagi tugas dengan pemerintah, pemerintah investasi transmisi, kita yang akan investasi besar-besaran di generating company, di genco-nya tentunya 60% dengan IPP swasta,” beber dia.
Di lain sisi, program transisi energi RI juga memiliki tantangan yang besar. Saat ini Indonesia belum memiliki jaringan antar pulau atau inter island grid dan sub sistem kelistrikan masih terpisah-pisah.
"Ini menjadi tantangan besar karena Jawa sekarang base load-nya hampir semua batu bara, perlu waktu untuk memastikan bahwa transmisinya nyambung dulu dari Sumatera paling nggak, atau kalau nggak ke depan dari Kalimantan dan produksi hydro geothermal cukup baru kita bisa melakukan transisi secara efektif," ucap Tiko.
(Feby Novalius)