JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan beberapa kajian ekstensifikasi cukai terhadap produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Direktur Teknis dan Fasilitas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC) Kemenkeu Iyan Rubiyanto mengatakan, ada lima produk yang sudah masuk dalam kajian pengenaan cukai tersebut.
Kelima produk tersebut diantaranya plastik, bahan bakar minyak (BBM), produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan atau snack kemasan, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), serta shifting PPnBM Kendaraan Bermotor ke Cukai.
Dia menyebut perluasan atau penambahan jenis barang yang akan dikenakan cukai ini juga telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Ekstensifikasi kebijakan cukai atas BKC saat ini mendukung upaya pengendalian konsumsi produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan," jelasnya dalam Kuliah Umum PKN STAN 'Menggali Potensi Cukai', dikutip Rabu (24/7/2024).
Iyan pun mencontohkan, pengenaan cukai untuk produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan dikarenakan produk tersebut bisa memicu penyakit tidak menular. Sebab dikatakannya, cukai tidak hanya berfungsi sebagai penghimpun penerimaan negara namun juga sebagai instrumen fiskal dalam mengendalikan eksternalitas negatif.
"Olahan bernatrium ternyata ada program di Bappenas yang RPJMN itu gula garam dan lemak atau GGL yang berkaitan dengan penyakit tidak menular. Lebih bahaya daripada penyakit yang menular, karena tanpa sadar bapak/ibu mengonsumsi setiap hari," urainya.
Namun demikian, Iyan menekankan bahwa yang sudah jelas akan diterapkan oleh pemerintah yaitu pengenaan cukai untuk produk plastik dan MBDK. Hal itu lantaran sudah tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut Iyan menambahkan, produk lainnya yang juga masuk dalam prakajian barang kena cukai diantaranya Rumah, Tiket Pertunjukan Hiburan (Konser Musik), Fastfood, Tissue, Smartphone, MSG, Batubara hingga Deterjen.
"Deterjen hampir tiap hari bapak/ibu sekalian menggunakan deterjen ini. Pernah terpikir nggak detergen itu dialirkan kemana? Dibuang kemana? Ikan di selokan, kalau kena deterjen mati juga. Ikan cere yang dulu banyak, sekarang sudah nggak ada lagi karena kena deterjen. Apa deterjen terus kemudian hilang? Nggak juga. Kesadaran ini nggak mudah. Saya kira prakajian ini perlu disampaikan supaya bisa jadi inspirasi," tutup Iyan.
(Taufik Fajar)