Penurunan harga ini, menurut Pudji, sebagian besar disebabkan oleh beberapa wilayah sentra yang tengah memasuki masa panen raya. Sementara itu, kenaikan harga di sejumlah daerah umumnya terjadi di wilayah yang tidak sedang dalam masa panen.
"Survei ini mencakup 1.853 observasi transaksi penjualan gabah di 26 provinsi. Dari 89,21 persen observasi kualitas GKP dan GKG, terdapat 11,07 persen harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP)," tambah Pudji.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) tengah menggenjot produksi padi melalui Program Perluasan Areal Tanam (PAT) dan pompanisasi di sejumlah wilayah di Indonesia. Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono, menyatakan bahwa anomali ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang diambil Kementan mampu merespons perubahan iklim dan tantangan di sektor pertanian dengan efektif.
“Fenomena ini mungkin belum pernah terjadi dalam 30 tahun terakhir, bahkan sejak Indonesia merdeka. Artinya, program dan kebijakan Kementan terkait pompanisasi dan oplah sudah tepat, karena berdampak positif terhadap peningkatan produksi,” kata Arief.
Arief menjelaskan bahwa sejak dulu, penurunan harga gabah dan beras, termasuk di tingkat penggilingan padi, menjadi tren yang lazim selama musim kemarau akibat berkurangnya produksi karena keterbatasan air. Namun, berkat langkah-langkah proaktif yang diambil Kementan dalam menghadapi tantangan iklim, tren tersebut berhasil dibalik.
“Dulu, musim kemarau selalu dikaitkan dengan menurunnya produksi, yang mengakibatkan harga beras dan gabah cenderung naik. Namun, tahun ini, skenario tersebut tidak terjadi. Data BPS menunjukkan bahwa harga gabah justru mengalami penurunan, yang mengindikasikan bahwa produksi padi nasional berada dalam kondisi yang baik, bahkan berlimpah,” ungkap Arief.
Peningkatan produksi beras nasional juga terkonfirmasi melalui Kerangka Sampling Area (KSA) BPS yang disampaikan pada rapat pengendalian inflasi beberapa waktu lalu. Produksi beras diproyeksikan juga akan bertambah di Bulan September 2,87 juta ton, dan Oktober 2,59 juta ton. Jika dibandingkan dengan angka produksi dibulan yang sama pada tahun sebelumnya, selisihnya cukup signifikan yakni sebesar 356.329 ton di September dan 396.604 ton di Oktober.
(Taufik Fajar)