“Nah, dan pembatasan tadi tujuannya agar penyalahgunaan subsidi itu (bisa) tepat sasaran gitu ya, nah instrumennya apa? Nah itu barangkali yang harus diputuskan, kalau kemudian Luhut mengemukakan menggunakan AI menurut saya ini sangat berlebihan dan tidak segera dapat diterapkan, karena butuh persiapan untuk itu,” paparnya.
“Pembatasan tadi dapat dilaksanakan, tapi hanya wacana saja, termasuk wacana penggunaan IA, saya kira itu berlebihan dan hanya omon-omon saja,” lanjut dia.
Sejak 2023 lalu, PT Pertamina (Persero) sudah mulai melakukan pembatasan pembelian BBM bersubsidi, sejauh ini baru berlaku untuk BBM jenis Solar. Sementara, pembatasan BBM jenis Pertalite di beberapa daerah baru sebatas uji coba.
Fahmi mengatakan, seharusnya pemerintah melanjutkan instrumen yang sudah digunakan Pertamina saat uji coba. Jika terdapat kelemahan, maka harus disempurnakan.
“Pasti butuh biaya cukup besar dan itu tidak dapat segera diterapkan gitu ya karena butuh penerapan IA, apakah efektif atau tidak, sebetulnyaPpertamina sudah melakukan uji coba dengan menggunakan barcode yaitu sudah diterapkan di solar dan itu cukup efektif, nah menurut saya terapan itu saja menggunakan barcode tadi kalau masih ada kelemahan itu bisa diperbaiki,” beber dia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menyebut, pemerintah akan membatasi pembelian BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar dalam waktu dekat. Pembatasan ini akan didukung penggunaan AI
"Pemerintah mau meluncurkan program untuk BBM dengan teknologi AI," kata Luhut dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center, (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.
Menurutnya, penyaluran BBM menggunakan AI akan menghemat dana negara hingga Rp90 triliun per tahun. Dengan demikian, alokasi subsidi bisa dialihkan untuk program lain seperti untuk pendidikan atau industri.
(Taufik Fajar)