JAKARTA - Komoditas kelapa sawit telah menjadi sektor strategis Indonesia selama 15 hingga 20 tahun terakhir. Diprediksi, sektor ini akan mencapai target swasembada pangan dalam mendukung Indonesia Emas 2045.
Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Dida Gardera mengatakan, kelapa sawit tidak hanya berperan penting dalam perekonomian nasional, tetapi juga meningkatkan kedaulatan pangan, menyediakan lapangan pekerjaan, serta berkontribusi dalam pengurangan kemiskinan di daerah penghasilnya.
“Berdasarkan data yang saya pegang, untuk CPO sekitar 50 juta ton tahun lalu dan CPO sekitar 4,8 juta ton dan untuk ekspor nilainya di tahun 2023 mencapai USD30 miliar,” ujar Dida saat doorstop di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (18/11/2024).
“Tentu angka ini sangat besar dan terus kita jaga baik keberlanjutannya baik untuk kebutuhan dalam negeri,” jelasnya.
Selain itu, ia menyebutkan bahwa produksi kelapa sawit Indoneeia diperkirakan akan menurun tahun ini akibat dampak El Nino.
“Kemudian juga kita mereview kembali kebutuhan ekspor sekarang sekitar setengah persen. Dengan begitu, kesejahteraan petani dan juga daya saing sawit dengan vegetable oil lainnya juga lebih kompetitif,” ucap Dida.
Mneurutnya, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan daya saing sawit Indonesia, baik di pasar ekspor maupun dalam menghadapi kompetisi dengan minyak nabati lainnya.
Indonesia terus mendorong penggunaan biodiesel untuk meningkatkan kontribusi kelapa sawit terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, yang diperkirakan mencapai 32,6 juta ton.
Dida menegaskan, kebijakan terkait energi terbarukan seperti penerapan B 35 dan rencana B 40 tahun depan diharapkan dapat mendukung ketahanan energi serta meningkatkan produktivitas sawit secara nasional.
“Kita sudah menerapkan saat ini B 35 dan rencananya tahun depan kita mulai dengan B 40 dan seterusnya,” ujar Dida
“Nah, tentu ini memerlukan kebijakan yang kalau bahasa sekarang itu agile artinya kita bisa melihat situasi kompetisi di tingkat global dan juga bagaimana meningkatkan produktivitas Sawit di Indonesia,” tegasnya.
Kebijakan ini memerlukan pendekatan yang fleksibel dan responsif terhadap dinamika pasar global untuk menjaga daya saing dan keberlanjutan sektor sawit.
(Feby Novalius)