JAKARTA - Penggunaan baja ramah lingkungan menjadi concern industri untuk mendukung target pemerintah mencapai net zero emission (NZE) atau nol emisi bersih. Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Dodiet Prasetyo menyampaikan keberadaan baja low emission penting dalam mendorong dekarbonisasi industri baja nasional.
"Industri baja memegang peranan penting dalam pembangunan infrastruktur, pendukung ekonomi yang inklusif, dan berkelanjutan. Upaya dekarbonisasi melalui baja green steel menjadi bukti konkrit Indonesia menuju net-zero emission. Ini hanya bisa tercapai dengan kolaborasi erat antara industri dan pemerintah,” ungkap Dodiet di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Untuk mendukung target NZE, industri memproduksi baja dengan rendah emisi karbon, Fortise dan Fortise+ yang diperkenalkan PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP). “Inisiatif pengembangan produk baja yang efisien energi dan ramah lingkungan merupakan langkah penting dalam memperkuat daya saing industri nasional di tengah transisi global menuju ekonomi hijau.” katanya.
Sementara itu, Presiden Direktur GRP Fedaus berharap baja ramah lingkungan dapat memperluas kontribusi industri baja nasional dalam memenuhi kebutuhan sektor strategis, sekaligus mendukung pencapaian target jangka panjang Indonesia menuju NZE 2060 atau lebih cepat.
"Ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk terus berinovasi, terutama dalam menghadirkan pilihan material baja yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kebutuhan pasar,” ujar Fedaus.
“Kami percaya, inovasi perlu berjalan seiring dengan tantangan, dan kemajuan industri nasional hanya dapat tercapai melalui kolaborasi lintas sektor dan keberanian untuk mencoba pendekatan baru,” lanjut Fedaus.
Hal ini juga merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam menyediakan material konstruksi yang tangguh dan selaras dengan tren keberlanjutan global. Dikembangkan untuk menjawab kebutuhan pasar yang semakin beragam. Mulai dari efisiensi biaya, ketahanan material, hingga aspek lingkungan. "Dengan menggunakan teknologi Electric Arc Furnace (EAF) dan material baja scrap, kami berupaya menghadirkan solusi yang relevan di tengah perubahan ekspektasi industri konstruksi dan manufaktur, baik di dalam maupun luar negeri," katanya.
Sementara itu, Direktur Keberlanjutan Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum, Kimron Manik juga menyampaikan dukungan. Dia mengatakan, infrastruktur masa depan harus lebih cerdas, lebih hijau, dan dibangun bersama.
“Kementerian Pekerjaan Umum mendorong penggunaan material konstruksi yang ramah lingkungan sejak tahap desain hingga operasional. Baja memegang peranan penting dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan adaptif,” jelasnya.
GRP juga menandatangani Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) dengan Center for Materials Processing and Failure Analysis (CMPFA) Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penandatanganan MoU merupakan bagian dari komitmen untuk memperkuat sinergi antara industri dan dunia akademik.
Kolaborasi tersebut mencakup pengembangan pelatihan, riset bersama, serta pertukaran pengetahuan dan keahlian teknis untuk mendorong transisi industri baja nasional menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
Kepala CMPFA FTUI Reza Miftahul Ulum, mengatakan, kolaborasi ini menjadi langkah penting dalam menyatukan kapasitas riset akademik dengan kebutuhan nyata industri. “Kami berharap kerja sama ini dapat mendorong terbentuknya ekosistem inovasi yang mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan di sektor baja dan membuka ruang partisipasi lebih luas bagi talenta muda Indonesia,” kata Reza.
(Dani Jumadil Akhir)