Luhut Akhirnya Buka Suara soal Polemik Bandara IMIP Morowali

Iqbal Dwi Purnama, Jurnalis
Senin 01 Desember 2025 17:19 WIB
Luhut soal Bandara IMIP (Foto: Okezone)
Share :

JAKARTA - Ketua Dewan Ekonomi Nasional sekaligus Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan buka suara terkait polemik Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Luhut mengatakan, pembangunan kawasan industri Morowali yang dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Kemudian dari situlah lahir pemikiran bahwa Indonesia tidak boleh terus mengekspor bahan mentah, alias hilirisasi di Morowali dimulai. 

Dia mengaku tidak mudah untuk mencari investor yang mau menggarap proyek hilirisasi. Setelah mempelajari kesiapan negara-negara dari segi investasi, pasar dan teknologi, hanya Tiongkok yang saat itu yang siap dan mampu memenuhi kebutuhan mewujudkan hilirisasi nikel.

"Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Senin (1/12/2025).

Luhut mengatakan, setelah melalui pembahasan mendalam, ia mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Presiden. Dijelaskan Luhut kala itu, bahwa hilirisasi nikel dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas. 

 

"Hanya dalam waktu satu bulan, Presiden menyetujui langkah tersebut, dan Tiongkok pun siap bekerja sama. Amerika Serikat tidak memiliki teknologi ini, dan hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Elon Musk ketika bertemu saya beberapa waktu lalu, bahwa AS tertinggal cukup signifikan dari Tiongkok," kata Luhut.

Dia menambahkan, dalam setiap kerja sama investasi strategis, terdapat sejumlah ketentuan yang di tetapkan dan disampaikan kepada Tiongkok untuk memastikan bahwa investasi tersebut membawa manfaat maksimal bagi Indonesia.

Ketentuan-ketentuan ini berlaku bagi seluruh mitra internasional, termasuk Tiongkok, dan menjadi landasan dalam setiap proses negosiasi, diantaranya:

1. Penggunaan Teknologi Terbaik.

Seluruh investor diwajibkan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan tidak diperkenankan membawa teknologi kelas dua (second-class technology). Kami memastikan bahwa standar lingkungan Indonesia dipatuhi secara ketat.

2. Pemanfaatan Tenaga Kerja Lokal

Investor asing wajib memprioritaskan tenaga kerja Indonesia. Kami memahami bahwa di daerah luar Jawa, khususnya wilayah Timur yang masih berkembang, terdapat keterbatasan tenaga ahli. Namun, kewajiban penggunaan tenaga kerja lokal tetap menjadi prinsip utama, dengan ruang pendampingan dan pelatihan untuk mengisi kekurangan keahlian tersebut.

3. Pembangunan Industri Terintegrasi dari Hulu ke Hilir

Luhut mengatakan, setiap investasi harus berkontribusi pada pembangunan industri yang terintegrasi dari proses hulu hingga hilir agar menghasilkan nilai tambah signifikan bagi perekonomian nasional. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi negara industri yang berdaya saing. 

Saat ini Indonesia memiliki ekosistem lithium baterai, baik LFP atau NCM, yang cukup lengkap, saya kira no tiga setelah Tiongkok, dan Korea Selatan. Kita sudah bisa mengekspor anoda, katoda dan lithium hydroxide/carbonate yg merupakan elemen penting dalam lithium baterai. Banyak negara negara lain yg ingin mencontoh kita.

4. Transfer Teknologi dan Capacity Building

Dalam pertemuan resmi dengan Perdana Menteri Tiongkok, Menteri Perdagangan, dan Menteri Luar Negeri mereka, Luhut menegaskan bahwa kerja sama harus mencakup transfer teknologi. 

"Mereka menyetujui ini, sehingga program capacity building dapat berjalan untuk meningkatkan kemampuan SDM Indonesia," pungkasnya.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya