KUPANG - TNI Angkutan Udara (AU) telah memesan dua pesawat CN 295 kepada PT Dirgantara Indonesia (DI). Saat ini, TNI AU sudah menerima satu pesawat CN 295 yang diproduksi oleh perusahaan pelat merah PT DI, namun untuk perakitan pesawat tersebut masih dilakukan di Negeri Matador, atau Spanyol.
Kolonel Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Gita Amperiawan mengatakan, satu pesanan TNI AU pesawat CN 295 sudah dapat diterima pada September tahun ini. Secara keseluruhan, TNI AU telah memesan sembilan pesawat CN 295 ke PT DI.
"Dari sembilan pesawat CN-295 yang kita pesan untuk skuadron, dua pesawat tahun ini, yang satu kan sudah datang, sudah dipakai, yang kedua akan datang 35 hari mendatang, atau kira-kira bulan depan lah," ujar Gita kepada wartawan, Kupang, Sabtu (24/8/2013).
Gita menjelaskan, meski saat ini pesawat CN 295 masih dirakit di Spanyol, namun untuk proses pengecatan dan penyelesaian akan di lakukan PT DI di Indonesia. Begitu juga dengan pesawat ketiga dan keempat yang akan dilakukan pengecatan dan penyelesaian di Indonesia.
Untuk pesawat kelima dan keenam, dan ketujuh, sudah mulai dikustomisasi di Indonesia. Sedangkan pesawat ke depan dan kesembilan sepenuhnya akan dirakit dan diproduksi oleh PT DI di Indonesia, tepatnya di Bandung yang notabene markas produksi dari PT DI. "Mulai tahun depan mudah-mudahan PT DI sudah memproduksi sendiri di Indonesia," tambahnya.
Dia melanjutkan, TNI AU berencana terus menambah armada militer dengan pesawat CN 295, mencapai 16 unit. Penambahan pesawat ini ditujukan sebagai bentuk memenuhi kebutuhan skuadron dua TNI AU di Halim Perdanakusuma.
Gita memaparkan, pesawat CN 295 mampu menampung penumpang hingga 79 orang. CN 295 juga merupakan pesawat jenis medium yang memiliki kekuatan mesin dan kecepatan yang lebih besar dibandingkan pesawat tipe CN 235.
Selain itu, CN 295 juga merupakan pesawat khusus militer yang tidak dapat dipersenjatai, yang dipergunakan sebagai transportasi, baik untuk prajurit maupun logistik. Dalam kondisi perang, pesawat jenis tersebut harus dikawal oleh pesawat tempur, karena CN-295 tidak dirancang untuk perang.
"Kemampuan terbangnya sembilan jam jika bahan bakar penuh, Pesawat ini tidak dipersenjatai dan memang tidak bisa dipasangkan senjata, hanya khusus untuk 'drop' pasukan dan logistik. Jadi dalam kondisi perang harus ada pesawat 'escourt' pendamping," tutupnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)