BOGOR – Gangguan pada kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek atau Commuter Line karena peralatan yang ada sudah uzur. Maka itu, perlu evaluasi dan penanganan serius supaya tidak terulang di kemudian hari.
“Kami melihat dalam tiga hari terakhir ini ada gangguan-gangguan di PT KAI, khususnya KRL Jabodetabek. Saya sengaja hadir di Stasiun Bogor untuk mengevaluasi apa saja yang terjadi dan menentukan langkah - langkah berikutnya,“ ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat rapat tertutup dengan Dirjen Perhubungan Darat, Direksi PT KAI, dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di Stasiun Besar Bogor, kemarin.
Baca Juga: KRL Sering Gangguan, Menhub: Saya Minta KAI Bentuk Satgas
Berdasarkan hasil evaluasi, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyimpulkan permasalahan yang menimbulkan gangguan KRL disebabkan banyak peralatan yang sudah berusia tua.
“Dan, ada kejadian ekstrem baik cuaca, hujan, maupun petir sebagai indikasi, yang biasanya 200 kiloamper. Ini terjadi dalam kisaran dua kali lipat sehingga terjadilah gangguan-gangguan,” ungkap Budi.

Identifikasi yang lain memang frekuensi saat ini semakin cepat karena itu perlu upaya jangka pendek. “Saya minta KAI membentuk Task Force dalam menyelesaikan pekerjaan - pekerjaan ini. Jadi, secara khusus berkaitan petir ada tim yang menganalisisnya dan cepat menyelesaikan dengan cara-cara teknis yang baik,” katanya.
Baca Juga: BPTJ Minta Operasional KRL Dievaluasi Total
Kemudian tim Task Force juga menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan rel sebab ada beberapa spot yang sudah teridentifikasi memiliki masalah. Task Force harus segera bekerja. Dia akan kembali mengumpulkan jajarannya guna kembali membahas lebih rinci apa saja yang harus dilakukan KAI.
“Untuk membuat suatu pekerjaan yang lebih prima dibutuhkan rencana dan cara. Minggu depan kita akan rapat lagi sambil Task Force tetap bekerja menyelesaikan masalah - masalah yang terjadi belakangan ini,” ucap Budi.
Menurut dia, target penyelesaian perbaikan dilakukan beberapa tahap mulai dari jangka pendek, yakni selesai dua pekan hingga dua bulan ke depan. “Ada juga jangka menengah, yaitu enam bulan sampai satu tahun karena berkaitan dengan anggaran. Kita akan koordinasikan berapa anggaran dan apa saja yang mesti direalisasikan,” tuturnya.
Menhub tak memungkiri ada hubungannya antara peralatan yang sudah tua dengan insiden KRL anjlok di Kebon Pedes, Tanah Sareal, Kota Bogor, beberapa waktu lalu. “Kalau kita lihat, memang ada penurunan tanah karena hujan yang berlebih sehingga sambungan rel juga mengalami penurunan,” sebutnya.
Maka itu, cuaca ekstrem ada kaitannya dengan persoalan maintenance rel. “Katakanlah cuaca ekstrem yang semula skalanya enam sekarang sembilan sehingga perawatan yang berbanding lurus dengan skala enam sudah tak bisa. Ini yang mesti diidentifikasi, apalagi rel-relnya sudah berumur. Tim adhoc Task Force harus bekerja lebih ekstra dari sebelumnya,” kata Budi.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengaku tidak mempermasalahkan peralatan perkeretaapian yang sudah tua sepanjang masih layak dan sesuai standar. “Saya kira tak ada masalah meskipun sudah berusia tua,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, dia tidak bisa menemukan penyebab pasti kecelakaan transportasi lantaran tak ada yang single factor. “Dari hasil investigasi KNKT, salah satu faktor penyebab kecelakaan KRL relasi Jatinegara-Bogor di perlintasan Kebon Pedes karena rel menurun. Ketika hujan, air masuk ke tubuh rel itu terlihat adanya gejrotan, diperbaiki dua bulan jebol lagi, dua bulan jebol lagi,” ungkapnya.
Menurut dia, harus ada koordinasi antara Kementerian Pe kerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kemenhub, dan PT KAI supaya di lokasi perlintasan sebidang Kebon Pedes tidak terjadi penurunan rel. “Ini sebenarnya banyak yang terlibat, kita pelan-pelan mencari siapa penanggung jawab tunggalnya. Kalau tanggung jawab bersama jika ada masalah seperti ini, pasti saling lempar sehingga tak akan selesai,” ucap Soerjanto.
(Feby Novalius)